Zulnas.com, Batubara — Pada awalnya, proyek ini terdengar menjanjikan, dimana sebuah terobosan pendidikan berbasis teknologi di tengah geliat Kabupaten Batubara membangun masa depan anak manusia.
Pemerintah daerah menggelontorkan anggaran besar untuk pengadaan software perpustakaan digital dan media pembelajaran interaktif bagi SD dan SMP. Tahun 2021 seharusnya menjadi momentum emas digitalisasi sekolah-sekolah di pelosok Batubara.
Namun tiga tahun berselang, proyek ambisius itu justru menjadi babak awal dari drama hukum yang memalukan.
Jumat, 11 April 2025. Pukul dua siang. Ilyas Sitorus sosok yang dulu menjadi nahkoda Dinas Pendidikan Batubara, kini resmi mengenakan rompi tahanan. Mantan pejabat yang kini menjabat sebagai Kepala Dinas Kominfo Provinsi Sumatera Utara itu ditahan oleh Kejaksaan Negeri Batubara dalam kasus dugaan korupsi proyek digitalisasi pendidikan senilai Rp1,8 miliar.
Proyek Gagal yang Mahal
Proyek tersebut tidak pernah benar-benar menyentuh murid atau guru. Tak ada perpustakaan digital yang bisa diakses. Tak ada media pembelajaran canggih di ruang-ruang kelas. Yang ada hanya jejak angka dan dokumen, dan kini dalam kacamata hukum kerugian negara.
Kejaksaan menilai bahwa dalam kapasitasnya sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Ilyas telah menyalahgunakan wewenang. Dengan dalih pembangunan, uang rakyat digelontorkan untuk sesuatu yang tidak pernah nyata.
Sosok yang Disegani, Kini Jadi Sorotan
Ilyas bukan nama sembarangan. Ia dikenal luas di Batubara dan Sumatera Utara. Kariernya menanjak cepat, dengan portofolio birokrasi yang panjang. Ia adalah contoh nyata bagaimana figur intelektual daerah bisa tergelincir karena kekuasaan yang tidak diawasi.
Kini, semua pencapaian itu dilumuri noda hitam. Penahanannya menjadi simbol dari runtuhnya integritas, dan menjadi alarm keras bagi pemerintahan daerah yang kerap menganggap digitalisasi hanya sebagai proyek, bukan kebutuhan nyata pendidikan.
Lebih dari Sekadar Angka
Kerugian Rp1,8 miliar bukan sekadar statistik. Itu adalah jumlah buku yang tak jadi dibaca, pelajaran yang tak pernah diajarkan, dan mimpi anak-anak Batubara yang dikhianati. Di desa-desa, guru masih berjibaku dengan metode konvensional, sementara anggaran besar untuk teknologi malah raib tanpa jejak.
Di sinilah titik paling menyakitkan dari kasus ini: harapan yang dikorbankan demi keuntungan segelintir orang.
Arah Baru Pemberantasan Korupsi?
Langkah Kejari Batubara menahan Ilyas disambut publik sebagai sinyal positif. Tidak mudah menjerat pejabat aktif tingkat provinsi. Namun, apakah ini akan berlanjut ke akar-akar lainnya? Atau akan berhenti hanya pada satu nama besar?
Masyarakat kini menunggu, dan sejarah akan mencatat: apakah ini momen bersih-bersih atau sekadar angin lalu?
Kisah ini bukan hanya tentang satu tersangka. Ini tentang sistem yang bocor, tentang mimpi-mimpi pendidikan yang dijual murah. Saat teknologi seharusnya menjadi jembatan emas ke masa depan, di Batubara, ia justru menjadi pintu ke ruang tahanan.
Dan kisah ini belum selesai. Kita tunggu hasil persidangan dan putusan pengadilan tipikor. ***Dan