Zulnas.com, Batubara – Proses pembentukan fraksi di DPRD Kabupaten Batubara pasca pelantikan anggota pada 25 November 2024 menjadi sorotan publik. Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, fraksi harus terbentuk paling lambat satu bulan setelah pelantikan.
Namun, dinamika politik yang kompleks membuat proses ini tak berjalan mulus, dengan tarik-menarik kepentingan antarpartai yang semakin terlihat.
Pasal 162 ayat (5), (6), dan (7) dari UU Nomor 23 Tahun 2014 mengatur mekanisme pembentukan fraksi, terutama bagi partai yang tidak memenuhi syarat minimal untuk membentuk fraksi sendiri.
Regulasi ini ditegaskan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 tentang Pedoman Penyusunan Tata Tertib DPRD.
Dalam pasal 120 ayat (3) disebutkan bahwa setiap fraksi DPRD harus beranggotakan minimal sama dengan jumlah komisi di DPRD. Jika tidak terpenuhi, partai-partai tersebut diwajibkan membentuk fraksi gabungan, dengan batasan maksimal dua fraksi gabungan.
Peta Fraksi DPRD Batubara
Hingga saat ini, konfigurasi pembentukan fraksi gabungan di DPRD Batubara mencakup:
- Fraksi Gabungan Pertama:
Partai Golkar: 3 kursi
PPP: 3 kursi
Nasdem: 2 kursi
- Fraksi Gabungan Kedua:
PKB: 3 kursi
Demokrat: 3 kursi
Perindo: 1 kursi
Hanura: 1 kursi
Baca : Tarik-Menarik Kepentingan di DPRD Batubara: Fraksi Jadi Ajang Adu Strategi Politik
Koalisi Bahar-Syafrizal vs. PDIP: Perebutan Pengaruh di DPRD
Koalisi pendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Bahar-Syafrizal, memiliki kekuatan politik yang signifikan di legislatif. Mereka berupaya memastikan stabilitas pemerintahan melalui penguasaan mayoritas di DPRD.
Namun, PDIP sebagai partai peraih kursi terbanyak, bersama partai-partai lain di luar koalisi, berusaha menyeimbangkan kekuatan agar tidak terjadi dominasi sepihak.
Hal ini menimbulkan ketegangan dalam proses pembentukan fraksi, di mana tiap pihak berusaha mengamankan posisinya demi kepentingan politik jangka panjang. Situasi ini seolah menjadi arena uji coba kekuatan koalisi dan oposisi sebelum agenda-agenda strategis DPRD dibahas.
Kepatuhan terhadap Regulasi Jadi Pertaruhan
Sebagai lembaga legislatif, DPRD Batubara wajib menjalankan amanat undang-undang, termasuk ketentuan mengenai pembentukan fraksi.
Keterlambatan dalam menyelesaikan proses ini tidak hanya melanggar aturan, tetapi juga berpotensi menghambat kinerja DPRD, terutama dalam menjalankan fungsi legislasi, pengawasan, dan penganggaran.
Baca : Dinamika Pembentukan Fraksi DPRD Batubara: Mencari Titik Temu untuk Kepentingan Bersama
Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018 menegaskan bahwa struktur fraksi harus mencerminkan profesionalisme dan kemampuan dalam mendukung jalannya pemerintahan daerah.
Selain itu, Peraturan DPRD Kabupaten Batubara Nomor 1 Tahun 2020 juga memperkuat aturan bahwa jumlah fraksi gabungan maksimal hanya dua.
Konsekuensi Politik dan Legalitas
Jika pembentukan fraksi tidak segera diselesaikan, DPRD Batubara berpotensi menghadapi krisis legitimasi. Ketidakpatuhan terhadap regulasi dapat menjadi preseden buruk, yang tidak hanya mencoreng citra DPRD, tetapi juga mengurangi kepercayaan publik terhadap lembaga legislatif.
Di sisi lain, dinamika politik yang terlalu berlarut-larut dikhawatirkan akan memengaruhi stabilitas pemerintahan daerah.
Koalisi pendukung Bahar-Syafrizal harus mampu memastikan bahwa dominasi mereka tidak melampaui batas demokrasi, sementara oposisi juga dituntut untuk bersikap konstruktif, bukan sekadar menghalangi agenda pemerintah.
Tantangan DPRD Batubara ke Depan
DPRD Batubara berada pada titik krusial untuk membuktikan komitmennya terhadap aturan hukum dan demokrasi.
Proses pembentukan fraksi ini bukan hanya soal mematuhi undang-undang, tetapi juga cerminan dari kematangan politik anggota DPRD.
Publik berharap agar proses ini segera menemui titik terang tanpa mengorbankan kepentingan masyarakat.
DPRD Batubara diharapkan dapat menyelesaikan tugasnya dengan mengutamakan transparansi, profesionalisme, dan kepatuhan terhadap regulasi yang ada. (Dan).