Zulnas.com, Asahan — Rumah Sakit Ibu Kartini yang terdapat dikota kisaran masih terlihat kokoh meski beberapa gedung sudah dipugar. Rumah sakit peninggalan eks bangunan jaman Belanda itu masih megah dilengkapi dengan pepohonan yang membuat suasana nyaman.
Pantauan zulnas.com, Sabtu (11/3/2023), rumah Sakit Kartini yang sudah berumur 109 Tahun masih aktif melayani pelayanan kesehatan. Berbagai bangunan masih terlihat bagus dan suasananya pun nyaman.
Sejumlah bangunan itu memang terlihat sudah tua, zat pada bagian atap sudah mulai menghitam akibat panas, dan mulai keropos bangunan menua.
Pada bagian pelataran halaman kiri kanan gedung itu ditanami pepohonan yang Adam, sedangkan jendela dan Kosen dan pintu yang menggunakan matreal kayu itu masih terlihat bagus dan masih layak untuk digunakan.

Kekokohan bangunan tua itu lantaran dibangun dengan menggunakan matreal yang tidak biasa. Kontruksi berbahan kayu hutan dan bangunan matreal betonnya juga berkualitas bagus membuat bangunan itu tahan hingga kini mencapai lebih satu abad lamanya.
Berdasarkan penelusuran zulnas.com, melalui Wikipedia, Rumah sakit ini salah satu peninggalan jaman Hindia-Belanda. Bangunan itu dibangun sejak tahun 1914. Rumah sakit ini merupakan warisan peninggalan Kolonial Belanda yang berkuasa tiga setengah abad mengeksplorasi tanah dan kekayaan bumi nusantara.
Rumah sakit ini dahulunya berada di bawah kepemilikan perusahaan perkebunan Belanda-Amerika yang bernama Hollandsch- Amerikaansche Plantage Maatschappij (HAPM). Pada masa kepemilikan HAPM (Tahun 1920) rumah sakit ini bernama Rumah Sakit Catharina.

Nama Catharina, konon katanya diambil dari nama dokter pertama yang bertugas di rumah sakit tersebut. Namun sumber lain menyebut Catharina bukanlah dokter atau perawat. Ia hidup diantara tahun 1874 hingga tahun 1894. Ia disebut sebagai anak salah seorang gubernur Hindia Belanda yang berkuasa pada masanya. Di usia 20 tahun meninggal karena sakit dan namanya disematkan di gedung tersebut.
Kemudian pasca kemerdekaan HAPM diambil alih lalu dinasionalisasi pada tahun 1960 hingga beralih kepemilikan ke tangan PT Bakrie Sumatera Plantations (BSP) sampai akhirnya rumah sakit memisahkan diri dengan perusahaan dan merubah namanya menjadi Rumah Sakit Umum Ibu Kartini.
Sejak kapan persisnya penamaan Catharina Hospital berubah nama dan kini menjadi RSU Ibu Kartini, memang tak begitu jelas. Namun melihat kondisi gedung yang masih berdiri kokoh, pergantian nama rumah sakit dinilai oleh pemerhati sejarah di Asahan sebagai pengkaburan sejarah di masa lampau.
“Sangat disayangkan juga kenapa namanya diganti menjadi Rumah Sakit Ibu Kartini. Kenapa tidak dipertahankan nama aslinya sebagai bagian dari sejarah bangunan tersebut,” kata Zainal salah seorang pemerhati sejarah di Asahan kepada zulnas.com.

Dia berpendapat, hingga sampai saat ini memang belum ditemukan alasan kuat penamaan Kartini pada rumah sakit warisan Belanda tersebut.
“Jika merujuk Kartini yang dimaksud adalah wanita bergelar Pahlawan Nasional, Raden Adjeng Kartini, maka sejauh ini memang belum ditemukan apa kaitannya dengan bangunan rumah sakit tersebut,” katanya mengkaitkan.
Namun, meski demikian, nama rumah sakit tersebut sudah berganti nama, nama Chaterina masih tersemat bagi masyarakat. Di dekat rumah sakit tersebut, orang-orang mengenal dan tetap menyebutnya simpang Chaterina.
Tercatat dalam sejarahnya, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Dirk Fock pernah berkunjung ke rumah sakit Catharina pada Tahun 1925.
Dalam perjalanan sejarahnya yang tidak terlepas dari nasib perusahaan perkebunan HAPM yang pernah dinasionalisasi pada Tahun 1960-an menjadi PN.
Kemudian berganti nama menjadi PT. Uniroyal Rubber Sumatera Plantations, kemudian menjadi PT. United Sumatera Plantations (USP), beralih kepemilikan menjadi PT. Bakrie Sumatera Plantations hingga sampai akhirnya Tahun 2015 rumah sakit ini berpisah manajemen dengan perusahan perkebunan dan dikukuhkan menjadi RSU Ibu Kartini oleh PT. Kartini Sentra Medika. ***Dian
