Zulnas.com, Jakarta – Rencana pemerintah meluncurkan 80.000 Koperasi Desa/Kelurahan (KopDes) Merah Putih pada Oktober 2025 menuai sorotan tajam dari kalangan pengamat ekonomi hingga legislatif. Mereka mewanti-wanti potensi lonjakan kredit macet dan pemborosan dana publik jika proyek raksasa ini tidak disertai dengan mitigasi risiko yang matang dan sistem tata kelola yang akuntabel.
Direktur Eksekutif Core Indonesia, Mohammad Faisal, mengingatkan bahwa koperasi dengan pengelolaan yang tidak transparan kerap menjadi sumber kredit bermasalah. Menurutnya, risiko yang dihadapi KopDes Merah Putih terbilang tinggi jika pemerintah abai pada aspek governance.
“Risikonya cukup besar. Selama ini banyak kasus kredit macet di koperasi karena lemahnya tata kelola. Kalau tidak dimitigasi, KopDes Merah Putih bisa mengalami hal serupa,” kata Faisal kepada Bisnis, Kamis (29/5/2025).
Faisal juga mempertanyakan keseriusan pemerintah membangun koperasi sebanyak itu dalam waktu singkat, apalagi sebagian besar akan dibentuk baru. Ia menilai keberhasilan program tidak bisa sekadar dikejar dari sisi kuantitas tanpa mempertimbangkan kesiapan sumber daya manusia dan karakteristik lokal.
“Berkaca dari program dana desa saja, setelah hampir satu dekade pun hasilnya masih belum merata. Banyak catatan buruk yang justru bisa jadi pelajaran untuk program KopDes,” ujarnya.
Kekhawatiran serupa juga disuarakan oleh Komisi VI DPR RI. Dalam rapat kerja bersama Menteri Koperasi dan UKM Budi Arie Setiadi, Senin (26/5/2025), Wakil Ketua Komisi VI Nurdin Halid menekankan pentingnya menjaga kualitas di tengah ambisi mengejar angka.
“Jangan sampai karena mengejar target 80.000 unit, yang muncul justru koperasi-koperasi kertas yang hanya tercatat secara administratif tapi tidak punya kegiatan usaha nyata,” tegas Nurdin.
Nurdin juga memperingatkan potensi moral hazard jika pembentukan KopDes dibiayai dari dana desa dan CSR tanpa pengawasan ketat. Menurutnya, tanpa verifikasi dan sistem akuntabilitas yang kuat, risiko penyelewengan dana dan pemborosan publik akan semakin besar.
Selain itu, ia menyoroti skema pembiayaan yang menggunakan pinjaman bank Himbara senilai Rp3 miliar per koperasi, yang akan dicicil melalui dana desa. Menurutnya, pola tersebut berpotensi menimbulkan beban fiskal jangka panjang bagi desa-desa serta menekan likuiditas bank BUMN.
“Kalau kualitas koperasi tidak terjamin dan prospek usahanya tidak jelas, ini bisa memicu kredit macet, membebani fiskal desa, bahkan menggagalkan tujuan pembangunan desa itu sendiri,” tandasnya.
Seperti diketahui, program KopDes Merah Putih dijadwalkan resmi diluncurkan pada 12 Juli 2025 dan mulai beroperasi serentak pada 28 Oktober 2025. Hingga 25 Mei 2025, tercatat sebanyak 45.553 koperasi telah terbentuk, atau setara 54,26% dari target nasional.
Namun, di tengah derasnya laju pembangunan KopDes, para pemangku kepentingan kini menuntut pemerintah agar tidak mengorbankan kualitas demi angka. Tanpa perencanaan yang matang, proyek ini berpotensi menjadi beban baru, bukan solusi bagi penguatan ekonomi desa. ***
Sumber : Krusial Berita
Sumber Berita: Krusial