Zulnas.com, BATUBARA — Seorang orang tua di Desa Mekar Laras, Kecamatan Nibung Hangus, Kabupaten Batubara, melayangkan keberatan terhadap keputusan pihak sekolah dasar yang menerima anaknya yang masih berusia 5 tahun 7 bulan sebagai murid kelas satu SD.
Junaidi, sang ayah, menyampaikan keberatannya kepada pihak UPT SDN 12 Lima Laras, tempat anaknya saat ini didaftarkan oleh pihak keluarga dari ibunya.
Menurut Junaidi, usia anaknya yang berinisial MAS lahir pada 29 November 2019 tersebut belum cukup secara umur maupun secara pola pikir untuk mengikuti pembelajaran di Sekolah Dasar.
“Dia masih 5 tahun 7 bulan. Pola pikirnya belum siap untuk belajar di SD, dia masih lebih suka bermain, layaknya anak-anak TK atau PAUD,” ujar Junaidi kepada zulnas.com di Tanjung Tiram, Senin (28/7/2025).
Sebelumnya, Junaidi telah mendaftarkan anak tersebut ke TK Ummi Aceh yang berada di Desa Mekar Laras, Dusun III. Anak itu bahkan sudah mulai masuk sekolah TK sejak Senin, 14 Juli 2025 hingga Sabtu, 19 Juli 2025. Namun, tiba-tiba anak itu dipindahkan dan didaftarkan ke SD oleh pihak keluarga ibunya pada Senin, 21 Juli 2025, tanpa sepengetahuan Junaidi.

Junaidi mengungkapkan bahwa ia telah menanggung semua kebutuhan sekolah anaknya di TK, mulai dari pembelian tiga pasang seragam, tas sekolah, hingga membayar biaya transportasi ojek harian untuk mengantar anaknya ke sekolah serta biaya administrasi sekolah TK.
“Saya sudah siapkan semuanya untuk TK, bahkan ojek langganan sudah saya bayar untuk antar jemputnya. Sekarang anak saya dipaksa sekolah di SD, padahal belum cukup umur,” ungkapnya.
Diketahui, berdasarkan Peraturan Mendikbud Nomor 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru, batas minimal usia untuk masuk SD adalah 6 tahun pada tanggal 1 Juli tahun berjalan. Dengan tanggal lahir 29 November 2019, maka anak tersebut secara aturan belum memenuhi syarat usia minimal masuk SD pada tahun ajaran ini.
Hingga berita ini ditulis, Kepala UPT SDN 12 Lima Laras, Mayita S.Pd, belum dapat dikonfirmasi untuk memberikan penjelasan terkait keputusan menerima anak tersebut sebagai murid SD meski usianya belum memenuhi syarat.
Kondisi keluarga yang sudah tidak lagi utuh sejak anak masih berusia 7 bulan, disebut Junaidi menjadi salah satu faktor pengambilan keputusan yang tidak satu suara antar orang tua.
“Meski kami sudah pisah, saya tetap bertanggung jawab penuh atas anak saya. Susunya dari lahir sampai sekarang saya yang tanggung. Tapi saya harap, keputusan pendidikan anak ini juga memperhatikan kesiapan anak, bukan hanya keinginan sepihak,” ujarnya.
Junaidi berharap pihak sekolah dapat mempertimbangkan kembali keputusan tersebut demi kebaikan dan tumbuh kembang anaknya yang menurutnya masih lebih cocok berada di lingkungan pembelajaran anak usia dini, seperti TK atau PAUD. (Dan).