Zulnas.com, Batubara — Batubara pasca pemekaran, dalam beberapa hal, tren positif menampakkan fakta yang boleh menyenangkan hati. Walaupun belum menyeluruh, namun, meruapnya aroma aspal pada kawasan-kawasan perdesaan agaknya boleh lah dijadikan ilustrasi. Tindakan konstruktif yang terlaksana itu, tentu punya relevansi tersendiri dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)
Zulnas com dan Kilas8Â secara khusus membincangkannya dengan anggota DPRD Azhar Amri. Ia penting, karena diketahui sempat memimpin Tim Pansus yang berkaitan dengan tata ruang. Pada awa-awal bincang, sejumlah hal penting terungkap, yang terkait dengan sejumlah poin rekomendasi Pansus RTRW.
Misalnya, mengenai rencana reklamasi pada wilayah Kecamatan Nibung Hangus, seluas 12.000 Hektare. Seisuka-Medangderas sebagai lokasi industri. Juga pengembangan perkotaan Indrapura. Untuk yang terakhir itu, dukungan regulasi diperkuat Perda ketahanan pangan berkelanjutan.
Walau berderit, roda pembangunan di Batubara bergulir jua. Ada kesan terseok. Apalagi jika indikatornya adalah pendapatan perkapita rakyat. Malah, adanya kantor bupati pun masih berupa keinginan. Belum wujud. Sekalipun, menurut Azhar itu tertuang dalam Perda RTRW, yang menerakan letak pada kawasan perkebunan di Limapuluh yang HGU nya masih dikuasai PT.Socfin Indonesia.
Lalu, seperti apa pandangan politisi PBB itu mengenai tindakan eksekutif merespons rekomendasi pansus, juga mengenai tak kunjung sua nya kantor tempat kepala daerah di Negeri Melayu itu bertampuk?
Berikut petikannya:
Sejauh mana keseriusan pemerintah dalam menindaklanjuti rekomendasi itu?
Cukup serius. itu dibuktikannya dengan satu tahun Perda RTRW dan RDTR itu disahkan, sudah bernomor ya, pemerintah melakukan lagi revisi terhadap perda tentang ketahan pangan yang berkelanjutan itu. Jadi dengan adanya usulan pemerintah yang baru kita sahkan melalui paripurna itu menunjukkan pemeritah serius menjalankan apa yang ada dalam tata ruang wilayah kita itu
Dan juga persiapan-persiapan untuk pembangunan kantor bupati sudah dibutikan dengan dimasukkannya anggaran pembebasan lahan sama untuk pembangunan kantor bupati Itu menunjukkan keseriusan pemerintah. Adapun seandainya belum selesai itu berarti mungkin ada kendala-kendala secara administrasi. Ya, secara teknis yang harus diselesaikan. Tapi, kalau secara niat, secara kerja itu sudah cukup serius
Keseriusan pemerintah diwujudkan dalam anggaran. Tahun 2021 Berapa besarannya?
Saya lupa. Tapi kalau nggak salah saya Rp.20 ke Rp.24 Miliar (untuk lahan) Kalau nggak salah saya. pembangunan gedung kantornya Rp.30 (Miliar) atau berapa ya.
Tapi kenapa sampai sekarang lahannya pun masih belum terealisasi?
Tapi itu seperti saya bilang, itu masalah teknis kan.
Dana yang terpakai jadi silpa, dan dimasukkan lagi Tahun Anggaran 2022?
Semua silpa pasti masuk
Ada hal-hal yang harus diperbaiki oleh pemerintah?
Kalau saya lihat, pemerintah kekurangan tenaga ya, dengan kesibukan masing-masing ASN yang ada, OPD yang ada, karena tugas mereka kan tidak untuk itu saja banyak hal-hal yang lain.
Berarti faktor SDM?
Bukan faktor sumber daya manusianya. Kita ini kan berlomba berpacu dengan waktu dengan keadaan. Satu hari kita berapa jam kerja. Sabtu-Minggu sudah nggak kerja. Lain lagi urusannya bukan itu saja. Banyak lagi persoalan-ersoalan lain. Seperti di PU itu, dia PPK dia juga teknis di bidang perijinan bangunan. segala macam. Begitu juga Pak Kadis, banyak tanggung jawab yang darus dikerjakannya, harus dilaksanakannya. Lain lagi rapat-rapat di luar kabupaten, di provinsi, di kementerian. Kadang-kadang waktu-waktu itu kan menyita.
Tapi kondisi seperti itu kan tidak bisa juga terus berlanjut?
Jadi, karena ini berhubungan dengan pihak ketiga, masalah pembebasan lahan ini, kan ada yang punya lahan itu. Jadi sekeras apapun dan secepat apa pun pemerintah berusaha untuk mengurusnya, tapi kan tergantung pihak ke tiganya juga, yang bersangkutan. Kalau mereka cepat merespon, cepat memberikan ijin gak ada masalah.
Baca Juga : Zahir Harapkan PT Socfindo Bantu Wujudkan Realisasi Kantor Bupati
Iya. Semestinya ini kita kan atas nama bangsa ya, satu bangsa-satu tanah air. Dia memang punya hak dalam penguasaan lahan karena dia telah mempunyai izin Sertifikat Hak Guna Usaha. Tapi dia juga kan harus mempunyai toleransi yang tinggi terhadap sebuah kabupaten yang menginginakan untuk berdirinya perkantoran bupati dan lainnya di tanah yang mereka punya.
Lagi, lahan yang diambil itu kan hanya sekian persen dari lahan yang toh itu lahan negara, apalagi diganti rugi. Saya rasa sebaiknya dia mempercepat itu untuk memberikan. Masalah harga kan ada standar ya. Harga pasar ya. Jadi sesuaikan saja dengan harga pasar. Jadi kalau sifatnya ganti rugi tanaman mereka hitung berapa biaya untuk satu tanaman itu kan.
Pelepasan HGU ini kan bukan yang pertama kali di Bumi Pertiwi kita ini ya. Mungkin ada beberapa kabupaten yang sudah melepaskan HGU nya. Macam Asahan. Bahkan saya dengar perkebunan Bakrie itu, gratis lagi dikasihnya.
Atau harganya sesuai dengn NJOP, sesuai PBB mereka?
Nggak juga dia kan juga ada harga pasar kan. karena nilai jual objek pajak itu kan yang menentukan kita, pemerintah. Jadi bisa saja mereka merasakan harga yang kita tetapkan itu rendah.
Tapi kalau mereka mau sesuai NJOP ya Alhamdulillah. Tapi, kalau mereka juga tidak mau mengikuti harga pasar, ya itu juga hak mereka. Namun kalau menunggu habisnya ijin mereka, memang perusahaan itu untuk melakukan kegiatan usaha itu mungkin bisa dilarang, karena ijin belum diperpanjang. Tapi hak penguasaan lahan, hak perdata, itu masih melekat pada mereka. makanya walaupun sudah habis masa pakai, mereka belum memperpanjang izin, tanah itu tetap mereka kuasai.
Walaupun butuh rekomendasi pemerintah daerah untuk memperpanjang itu?
Iya. Walaupun rekomendasi nggak keluar-keluar tapi tanah itu masih tetap punya mereka. Hak kepemilikan itu tetap melekat. Itukan sampai-sampai kan HGU ini kan bisa jatuh ke ahli waris kan
Terhadap aparatur apa yang disarankan agar rekomendasi bisa dijalankan?
Kalau dari kaca mata kami, pihak pemerintah Kabupaten Batubara, pihak-pihak yang terkait dengan pelepasan lahan untuk pendirian bangunan kantor bupati itu sudah cukup maksimal dari ASN kita.
Saya bukan membela-bela mereka.Tidak. Tapi dengan kondisi yang ada, dengan jumlah mereka yang sedemikian itu, mereka sudah cukup berpacu.Tapi, hanya saja karena berhadapan dengan pihak ketiga. Andaikan ijin itu sudah keluar, pembebasan lahan ini, sudah berdiri pembangunan kantor bupati tahun ini.
Apakah ini bentuk kegagalan pemerintah melakukan diplomasi kepada pemerintahan di atasnya hingga pusat?
Nggak juga. Kita sudah pengalaman pada 2008/2009. Zaman Pak Syaiful Syafri. Anggaran sudah masuk dari pusat Rp.5 Miliar, pematangan lahan Rp.300 juta. Sudah kita mau peresmian peletakan batu pertama, tiba-tiba nggak jadi. Kuala Gunung. kita gugat. Kalah Pemerintah Batubara. Apakah pemerintah pusat tidak menyahuti aspirasi kita? Nggak juga. Apakah Pemeritah Batubara tidak getol, euh… lebih getol.
Ini lebih getol lagi. pemerintah provinsi dan pusat itu tetap sebelah kita, tapi tentang peraturan perundangan-undangan ini soal hak kepemilikan HGU itu. Ya, nggak bisa kita kangkangi pada pihak koorporasi
Kalau pihak korporasi tetap berada pada sikap seperti sekarang ini, artinya Batubara tidak akan pernah punya kantor bupati?
Itulah sulitnya kita berandai-andai. Tapi, kita masih berharap itu akan dapat kita miliki. Karena biar bagaimanapun pasti pihak korporasi mempunyai pandangan-pandangan dan pertimbangan- pertimbangan sosial. Karena mereka juga kan bukan orang awam. Mereka kan orang pintar itu semua. Pemilik HGU itu orang pintar, ya kan. Mungkin kita perlu kesabaran sedikit ya. mungkin ada hal-hal yang belum ketemu. Ya sembari berusaha kita berdoa lah semoga kedua belah pihak ini bisa menemukan titik temunya. ***Kindra