Zulnas.com, Batubara — Di sepanjang pesisir Tanjung Tiram, suara ombak menyambut pagi dengan tenang. Di kejauhan, perahu-perahu nelayan bersusah payah melintasi jalur air yang semakin dangkal. Pendangkalan Muara Sungai Tanjung Tiram kini menjadi sorotan, bukan hanya bagi para nelayan, tetapi juga bagi alam yang diam-diam menyimpan cerita.
Muara ini dulunya lebar dan dalam, seperti pintu gerbang yang ramah bagi perahu nelayan dan ekosistem air. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, muara yang semula subur perlahan-lahan menyempit, tercekik oleh sedimentasi dan limbah yang terbawa arus. Tanaman mangrove yang menjadi penjaga alami pun tak mampu sepenuhnya melawan perubahan ini.
Fenomena Alam atau Ulah Manusia?
Pendangkalan muara adalah proses alami yang terjadi ketika sungai membawa sedimen dari hulu ke hilir. Namun, aktivitas manusia seperti penebangan hutan, pembangunan di sepanjang aliran sungai, dan pembuangan limbah domestik maupun industri telah mempercepat proses ini. Di Tanjung Tiram, aktivitas tambak dan kurangnya sistem pengelolaan limbah menjadi penyebab utama.
Baca : Pendangkalan Muara Kuala Tanjung Tiram Jadi Peluang bagi Pencari Kepah
“Dulu, perahu saya tidak pernah terjebak di lumpur. Sekarang, setiap kali air surut, kami harus berhenti di tengah perjalanan,” keluh Pak Yusri, seorang nelayan setempat yang sudah lebih dari 20 tahun bergantung pada hasil laut di sekitar muara.
Kerukan: Solusi atau Ancaman?
Usulan pengerukan muara mengemuka sebagai solusi untuk mengembalikan fungsi jalur air ini. Namun, di balik harapan itu, muncul kekhawatiran: bagaimana dampaknya terhadap ekosistem sekitar? Proses pengerukan berpotensi merusak habitat dasar sungai dan mengganggu keseimbangan ekosistem, termasuk mangrove yang berperan penting dalam menahan abrasi dan menyediakan tempat tinggal bagi banyak biota laut.
Baca : Nelayan Tanjungbalai Temukan Bom Perang Dunia II di Sungai Silau
“Pengerukan bukan hanya soal memperdalam muara, tapi juga harus memperhatikan dampak lingkungannya,” ujar Lita Sari, seorang aktivis lingkungan dari komunitas pesisir Tanjung Tiram.
Menurutnya, langkah ini harus diimbangi dengan upaya rehabilitasi seperti penanaman kembali mangrove dan pengelolaan limbah yang lebih baik.
Menyelamatkan Muara untuk Generasi Mendatang
Muara bukan sekadar jalur perahu, melainkan nadi kehidupan yang menghubungkan daratan dan lautan. Untuk menyelamatkan muara Sungai Tanjung Tiram, diperlukan sinergi antara pemerintah, masyarakat, dan alam itu sendiri. Selain pengerukan, edukasi tentang pentingnya menjaga lingkungan harus digalakkan.
Baca : Pendangkalan Muara Kuala Tanjung Tiram Batubara Menyulitkan Aktivitas Nelayan
Saat senja tiba di Tanjung Tiram, bayangan mangrove yang berdiri tegar di tepi muara menjadi pengingat akan harmoni yang pernah ada.
Pendangkalan muara memang menjadi tantangan, tetapi dengan kesadaran kolektif, bukan hal yang mustahil untuk mengembalikan keindahan dan fungsinya.
Baca : Malam Tahun Baru di Pulau Pandan: Simfoni Laut, Bintang, dan Harapan
Tanjung Tiram membutuhkan lebih dari sekadar pengerukan; ia membutuhkan cinta dan perhatian kita semua. Karena muara ini, pada akhirnya, adalah cerminan hubungan kita dengan alam.
Satu hal yang mesti diingat bahwa, kehidupan nelayan semakin hari semakin sulit, biota ini mulai berkurang, muara sungai semakin mendangkal, ini potret kompleksitas yang dihadapi oleh nelayan setempat. ***Zn