Zulnas.com, Labuhanbatu – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap Tersangka IA dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi berupa penerimaan Gratifikasi atau yang mewakilinya terkait proyek pembangunan infrastruktur di Provinsi Aceh.
Terkait dalam perkara ini, KPK sebelumnya telah menetapkan IA selaku Wiraswasta bersama IY Gubernur Aceh periode 2007 s/d 2012 dan 2017 s/d 2022 sebagai tersangka.
Adapun saat ini perkara IY telah berkekuatan hukum tetap. Sedangkan IA karena selama proses penyidikan tidak bersikap kooperatif untuk memenuhi panggilan KPK, maka dimasukan dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) sejak 30 November 2018.
Tersangka IA selanjutnya ditangkap di wilayah Kota Banda Aceh pada 24 Januari 2023, atas koordinasi KPK dengan Polda Nanggroe Aceh Darussalam. Lalu, KPK kemudian membawa IA ke Jakarta untuk dilakukan penahanan.
Penahanan dilakukan untuk 20 hari pertama terhitung mulai tanggal 25 Januari s.d 13 Februari 2023 di Rutan KPK pada Kav. C1 gedung Pusat Edukasi Antikorupsi. Sebagaimana dilansir dari Siaran Pers KPK Tanggal 25 Januari 2023.
Dalam Siaran Persnya tersebut KPK juga menjelaskan konstruksi perkara ini bermula dari pelaksanaan proyek pembangunan dermaga bongkar pada kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas Sabang, Aceh yang pembiayaannya dari APBN.
Dalam perjalanannya IY diduga menerima uang sebagai Gratifikasi dengan istilah ‘jaminan pengamanan’ dari pihak Board of Management PT NS Joint Operation yaitu Heru Sulaksono dan Zainuddin Hamid. Dimana IA diduga menjadi perantara dalam penerimaan Gratifikasi tersebut.
Masih dalam Siaran Persnya KPK, penyerahan uang melalui Tersangka IA dilakukan secara bertahap dari tahun 2008 s/d 2011 dengan nominal bervariasi hingga total berjumlah Rp32,4 Miliar. Sumber dana pemberian tersebut diduga dari dana biaya konstruksi dan operasional proyek pembangunan dermaga bongkar dimaksud.
Lebih lanjut, atas perbuatannya, Tersangka IA disangkakan melanggar pasal 12B UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Diketahui penangkapan salah satu DPO ini adalah bentuk nyata keseriusan KPK menyelesaikan setiap perkara yang menjadi prioritas untuk dapat segera dibawa ke proses persidangan. KPK juga kembali mengingatkan kepada DPO lainnya agar kooperatif dalam proses penegakan hukum yang harus dipatuhi. Sehingga penanganan setiap perkara tindak pidana korupsi dapat berjalan efektif dan segera memberikan kepastian hukum bagi para pihak terkait. (BAF)