Oleh : H. Musthofal Akhyar,S.Pd
Tinjauan Historis. Kegiatan tahunan Pesta Kuliner Masyarakat Pantai “Pesta Tapai” di Batu Bara, tidak terlepas dari sejarah Kedatukan Pesisir, salah satu Kedatukan/Kerajan yang ada di Batu Bara.
Kedatukan/Kerajaan Pesisir ini terletak di tepi Selat Melaka. Kawasannya di sebelah Timur bersisihan dengan Bandar Rahmat (Kedatukan Bogak), sebelah Barat berbatas sampai ke teluk Piyai (wilayah Kedatukan/Kerajaan Lima Puluh), sebelah Selatan berbatasan dengan wilayah Kedatukan/Kerjaan Tanah Datar dan sebelah Utara nya berbatasan dengan Selat Melaka.
Pangkal dari daerah Kedatukan/Kerajaan Pesisir ini dimulai dari bantaran sungai Batu Bara kanan, tidak jauh dari Kuala Batu Bara. Disitulah bermula kampung ini dibuka oleh Datuk Panglima Muda, sekira tahun 1708 M. Lalu kampung itu di namakan kampung “Pangkalan”. Disebabkan itu jugalah orang- orang menamakan negeri ini “Kedatukan/Kerajaan Pangkalan Pesisir”.
Datuk Panglima Muda bersal dari Pangkalan di negeri Pesisir sungai Kapuk Rantau Luhak Lima Puluh Koto Kerajaan Pagaruyung/Minangkabau. Beliau menikah dengan putri Datuk Blambangan yang juga berasal dari Minangkabau. Beliau mempunyai 3 orang anak:
- Datuk Muda Jalil, gelar Datuk Semuangsa.
- Datuk Muhammad Idris, gelar Datuk Pemuncak.
- Datuk Muda Husein.
Pada masa kekuasaannya Datuk Panglima Muda secara bersama-sama dengan masyarakat merubah semak belukar menjadi perkebunan kelapa dan dibawah penguasaannya pula perkebunan kelapa ini diserahkan kepada rakyat, bagi yang mau mengusahakan kebun kelapa tersebut. Disamping itu Datuk Panglima Muda mengajak masyarakat nelayan untuk mengolah hasil-hasil laut, seperti mengawetkan bermacam ikan menjadi ikan asin, kepah asin (kerinting kepah), mengolah batang rumbia menjadi tepung sagu, dedaunan rumbia dan Nipah dijadikan atap rumah dan lain sebagainya. Begitu pula dengan para petani kebun kelapa, buahnya diolah menjadi kelapa cungkil/kopra untuk di jadikan minyak kelapa (minyak goreng), sehingga kampung itu kian lama menjadi semakin ramai.
Pangkal dari Kampung Pesisir ini berada di bantaran sungai Batu Bara kanan yang hilirnya tidak jauh bermuara di Kuala Batu Bara dan hulunya sampai ke sungai Sijintan di Kuala gunung. Dan sungai Batu Bara kanan ini merupakan sarana lalulintas sekalugus merupakan urat nadi perekonomian ketika itu.
Sudah barang tentulah ramai orang yang hilir mudik melintasi kampung (Pangkalan) itu. Dan dengan sendirinya penduduk negeri Pangkalan Pesisir ini memperdagangkan hasil-hasil laut dan perkebunannya berupa ikan asin, kepah asin ( kerinting kepah), buah kelapa, kelapa cungkil (kopra), minyak makan (minyak goreng), atap Nipah/rumbia, tepung sagu, dsb, melalui Kuala Batu Bara kenegeri-negeri tetangga hingga sampai kenegeri-negeri semenanjung Malaysia
Datuk Panglima Muda gelar Datuk Semuangsa Tua sebagai penguasa Kedatukan/ Kerajaan Pesisir yang pertama,beliau juga mendirikan sebuah mesjid pada tahun 1728 M.
Yang di halamannya terdapat sebuah perigi dengan airnya yang jernih untuk keperluan masyarakat dan air wudhuk. Beliau mengajak masyarakat nya untuk belajar agama Islam dan beribadah bersama -sama di mesjid yang didirikannya itu. Mesjid itu adalah merupakan mesjid yang tertua di negeri itu, sehingga orang- orang menamakan kampung itu dengan “Kampung Mesjid Lama”. Dan sekarang menjadi “Desa Mesjid Lama ” Kecamatan Talawi.
Baca : Pesta Tapai Budaya Menyambut Ramadhan di Kabupaten Batubara
Pada masa pemerintahan Datuk Muda Jalil gelar Datuk Semuangsa II mesjid itu di pindahkannya kearah kampung Pangkalan dan direnofasi pada tahun 1888. (Seperti keberadaan nya sekarang kita lihat mesjid ini berulang kali direnofasi oleh masyarakat)
Datuk Panglima Muda gelar Datuk Semuangsa Tua selalu berada di luar negeri dalam urusan perniagaan, kadangkala berniaga kenegeri-negeri Jiran Bahakan sampai kenegeri-negeri seberang seperti, Pulau pinang, Malaysia dan Singapura.
Datuk Panglima Muda gelar Datuk Semuangsa Tua mangkat dalam usia 83 tahun, yang sebelumnya beliau telah menyerahkan kan Pemerintahan Kedatukan/Kerajaan Pesisir kepada puteranya Datuk Muda Jalil gelar Datuk Semuangsa II dibantu oleh adiknya Datuk Muda Husein. Sementara itu putra Datuk Panglima Muda yang kedua yaitu Datuk Muhammad Idris gelar Datuk Pemuncak yang senangnya berlayar mengarungi Selat Melaka membuka perkampungan baru di muara sungai di mana pada masa selanjutnya kampung tersebut berubah menjadi sebuah negeri yang diberi nama “Kedatukan/Kerajaan Pagarawan”.
Datuk Muda Jalil gelar Datuk Semuangsa II adalah Raja terakhir Kedatukan/Kerajaan Pesisir hingga Proklamasi kemerdekaan Indonesia. Beliau memperistrikan seorang putri dari Datuk Mat Yoeda Raja Kerajaan Lima Laras yang bernama “Encik Alang Safiah”, tetapi tidak mempunyai keturunan.
Asal Mulanya Pesta Tapai.
Dimasa pemerintahan Datuk Muda Jalil gelar Datuk Semuangsa II, masyarakatnya yang terkenal taat beribadah, selalu bergembira menyambut kedatangan bulan suci Ramadhan, kegembiraan itu diungkapkan dengan melakukan penyembelihan kerbau, sapi, kambing dan ayam untuk bersedekah makanan dan mengirimkan doa (kenduri arwah).
Banyaklah para pedagang yang datang dari gunung (Simalungun) membawa berpuluh – puluh ekor kerbau dan sapi untuk disembelih dan di perjual belikan dagingnya.
Adalah merupakan kepuasan batin tersendiri bagi sesiapa saja saat itu yang dapat menyembelih kerbau, sapi, kambing atau setidaknya “memegang daging” dibeli guna dimasak jadi makanan penambah gizi dan kekuatan untuk melakukan ibadah sebulan Ramadhan.
Untuk tertib dan terarahnya kegiatan tahunan penyembelihan kerbau, dan Sapi ini, Datuk Muda Jalil gelar Datuk Semuangsa II merelokasi tempat penyembelihan pada suatu tempat yang tertentu. Dan selanjutnya menetapkan tanggal dan hari penyembelihan yaitu tiga hari sebelum bulan Ramadhan, disesuaikan pula dengan ketetapan Ulama tentang jatuhnya awal Ramadhan.
Para pedagang berjaga malam mengawasi hewan- hewan yang akan disembelih dan sembari menantikan terkumpulnya kerbau dan sapi yang di datangkan dari daerah gunung (Simalungun) sampai waktu yang di tetapkan kan oleh Datuk Pesisir. Masyarakat setempat mengambil peluang ini dengan berjualan makanan dan minuman berupa tapai, lemang dan berbagai jenis kue Melayu khas Batu Bara. Inilah asal mula terjadinya “PestaTapai”, Pesta Kuliner Masyarakat Pantai. Semula dilakukan masyarakat selama tiga sampai lima hari saja menjelang bulan Ramadhan, namun sekarang ini terus berkembang hingga menjadi lima belas hari dan di mulai setelah Nisfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban).
Menurut keterangan Bapak Abdul Karim (mantan Kepala Desa Mesjid Lama) kepada penulis (tahun 2012), Acara penyembelihan diawali dengan penyembelihan kerbau kepunyaan Datuk Pesisir Datuk Muda Jalil gelar Datuk Semuangsa II. Kerbau itu dihiasi sedemikan rupa (dibedaki, dibuatkan kalungan bunga di leher dan di badannya), lalu diarak sepanjang jalan dari istana menuju lokasi penyembelihan, setelah disembelih dagingnya dibagi-bagikan kepada fakir miskin.
Setelah itu pada malam hari barulah kerbau/sapi lainnya boleh disembelih. Sehingga malam itu kerbau dan sapi bergelimpangan diarena penyembelihan, seakan lokasi itu merupakan arena “pembantaian” kerbau dan lembu. Jadilah kegiatan itu suatu tontonan gratis lagi seru apatah lagi ketika menyaksikan adegan “merengko” (dialeg Batu Bara) artinya menumbangkan kerbau/sapi sebelum disembelih. Ramailah orang berdatangan dari dalam dan luar daerah negeri Pesisir selain ingin menyaksikan tontonan gratis juga dapat membeli daging segar.
Wallaahua’lam bisshowab.
Medio Nisfu Sya’ban 1445 H.