Zulnas.com, Medan — Kasus korupsi besar yang sempat menghebohkan Sumatera Utara, yakni dugaan suap terhadap 100 anggota DPRD Sumut periode 2009–2014, kembali mencuat hingga menjadi sorotan publik. Medan, 24 Juni 2025.
Setelah lebih dari satu dekade berlalu, sejumlah tokoh masyarakat dan mantan legislator mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk segera menuntaskan perkara yang dianggap stagnan ini.
Desakan keras disuarakan Ketua Umum DPP Kalibrasi, Antony Sinaga yang menilai KPK terlalu sibuk dengan metode operasi tangkap tangan (OTT), sementara kasus-kasus besar dengan aktor yang jelas justru belum diselesaikan hingga sepuluh tahun silam.
“Kasus ini sudah lewat 10 tahun. Ada 36 mantan anggota DPRD Sumut yang disebut-sebut menerima suap, tapi belum pernah diproses. Ini menimbulkan pertanyaan besar soal keseriusan KPK,” ujar Antony dalam pernyataannya.
Senada, sejumlah mantan anggota DPRD yang telah menjalani hukuman juga turut angkat bicara. Tohonan Silalahi, misalnya, menyuarakan keprihatinannya dan mendesak keadilan ditegakkan secara merata.
“Kami butuh kepastian hukum. Kami yang sudah dihukum tidak keberatan dihukum, tapi kenapa yang lain tidak disentuh? Ini soal keadilan, apakah masih ada keadilan di Republik Indonesia ini,” tegasnya.
Lebih jauh lagi, Ir. Sudirman Halawa menyuarakan kegelisahan atas status hukum kasus tersebut yang terkesan “digantung”.
“Jika kasus ini tidak dilanjutkan, KPK harus mengeluarkan SP3 agar terang status hukumnya. Tapi jika dilanjutkan, maka proseslah seluruh pihak yang terlibat, termasuk para pengepul dana,” ujarnya, seraya menyebut nama-nama pejabat seperti Nurdin Lubis, Randiman Tarigan, dan Ahmad Fuad Lubis, yang hingga kini belum tersentuh proses hukum.
Ia juga mempertanyakan alasan KPK menerbitkan buku berjudul “Jejak Korupsi Hukum dan Politik” yang memuat kasus tersebut, jika tidak ada keseriusan untuk menyelesaikannya secara hukum.
Sementara itu, Ir. Wasintong Pane, menilai KPK seolah bermain “aman” dengan OTT-OTT kecil, namun melemah ketika harus membongkar kejahatan sistemik yang melibatkan banyak aktor di tingkat legislatif dan birokrasi.
Tokoh lainnya, Ir. Syahrial Harahap, yang juga sempat ditetapkan sebagai tersangka, menyoroti ketimpangan dalam penegakan hukum.
“Saya ditetapkan sebagai tersangka, sementara puluhan nama lainnya belum juga diproses. Di mana keadilan itu? Apakah hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?” tanya Syahrial.
Desakan kolektif ini menjadi tamparan serius bagi KPK. Lembaga antirasuah itu ditantang untuk menunjukkan taringnya kembali di hadapan publik.
Penuntasan kasus suap DPRD Sumut tidak hanya menjadi ujian integritas, tapi juga menyangkut kredibilitas institusi dalam memberantas korupsi secara menyeluruh dan adil.
Kini, bola panas berada di tangan KPK. Publik menanti: apakah KPK berani menyentuh nama-nama besar yang selama ini lolos dari jerat hukum, atau kasus ini akan kembali dikubur dalam diam? ***(Hum-Dayli).