Zulnas.com, Batubara — Kebijakan Penjabat (Pj) Bupati Batubara Heri Wahyudi Marpaung melantik empat pejabat definitif di ujung masa jabatannya menarik perhatian banyak pihak. Langkah ini memantik kontroversi, bukan hanya karena pelantikan tersebut tidak dihadiri oleh Sekretaris Daerah (Sekda) Norma Deli Siregar selaku Ketua Baperjakat, tetapi juga karena adanya dugaan praktik yang tidak sesuai dengan asas tata kelola pemerintahan yang baik.
Secara normatif, pelantikan pejabat eselon II harus melalui proses lelang jabatan yang transparan dan berlandaskan aturan administratif yang jelas.
Namun, aroma tak sedap mulai tercium ketika dua dari empat pejabat yang dilantik disebut sebagai “bawaan” Pj Heri Wahyudi sejak ia menduduki kursi di Batubara. Keikutsertaan mereka dalam lelang jabatan pun menuai pertanyaan, terutama terkait integritas proses seleksi tersebut.
Dua Tahun Mengabdi, Mengapa Tak Dilantik?
Yang semakin menimbulkan polemik adalah fakta bahwa sejumlah pejabat Pelaksana Tugas (Plt) yang telah mengabdi selama lebih dari dua tahun di Organisasi Perangkat Daerah (OPD) justru tak dilantik menjadi pejabat definitif.
Padahal, mereka dinilai telah memahami dinamika pemerintahan Batubara dan memiliki pengalaman cukup untuk melanjutkan roda kepemimpinan.
Baca : Pelantikan Diujung Masa Jabatan, Sekda Gak Datang
Alih-alih mengangkat pejabat lokal yang telah lama berkontribusi, Pj Bupati memilih melantik pejabat dari luar daerah, termasuk Murdi Simangunsong dari Kabupaten Asahan.
Kebijakan ini menimbulkan tanda tanya besar: apakah Batubara kekurangan talenta lokal yang mumpuni, atau ada kepentingan lain yang melatarbelakangi keputusan tersebut?
Ketidakhadiran Sekda: Indikasi Ketidakharmonisan?
Ketidakhadiran Sekda Norma Deli Siregar dalam pelantikan semakin mempertegas adanya ketidaksepahaman di internal Pemerintah Kabupaten Batubara.
Sebagai Ketua Baperjakat, Sekda seharusnya memegang peran penting dalam proses seleksi dan pelantikan pejabat. Ketidakhadirannya justru membuka ruang spekulasi bahwa pelantikan ini dilakukan tanpa melalui konsultasi yang matang.
Baca : “Pelantikan Di Ujung Masa Jabatan, Pj Bupati Batubara Menuai Tanya”
Kondisi ini menimbulkan pertanyaan: apakah pelantikan ini murni untuk mengisi kekosongan jabatan, atau ada tekanan dari kepentingan tertentu? Jika benar ada aroma “busuk” dalam proses ini, maka hal tersebut berpotensi mencoreng prinsip tata kelola pemerintahan yang bersih dan transparan.
Beban Bagi Pemerintahan Baru
Kepemimpinan Heri Wahyudi di Batubara akan segera berakhir, tetapi dampak kebijakannya akan dirasakan oleh pemerintahan baru yang akan dilantik pada 6 Februari 2025 mendatang.
Keputusan strategis seperti pelantikan pejabat definitif di akhir masa jabatan dapat menjadi beban bagi Bupati dan Wakil Bupati terpilih, yang harus menghadapi dampak dari kebijakan yang mungkin tidak sejalan dengan visi dan misi mereka.
Selain itu, keputusan melantik pejabat luar daerah tanpa pertimbangan yang jelas juga berpotensi menimbulkan ketegangan di internal pemerintahan, terutama jika pejabat baru tersebut tidak mampu beradaptasi dengan dinamika dan kebutuhan lokal.
Baca : Pj Bupati Batubara Heri Wahyudi Marpaung Dilantik, Menanti Tugas- tugas Yang Menumpuk
Refleksi dan Harapan
Polemik ini menjadi pengingat bahwa setiap kebijakan publik, terutama yang berkaitan dengan pengangkatan pejabat, harus dilakukan secara transparan, akuntabel, dan berorientasi pada kepentingan masyarakat. Pemerintah daerah harus mengedepankan pembinaan SDM lokal agar mampu mengisi jabatan strategis, sehingga regenerasi kepemimpinan dapat berjalan dengan baik.
Bagi Pj Bupati Heri Wahyudi, pelantikan ini mungkin dianggap sebagai bagian dari tugasnya sebelum meninggalkan Batubara. Namun, langkah ini juga meninggalkan jejak yang akan dikenang oleh masyarakat.
Apakah keputusan ini benar-benar untuk kepentingan Batubara, atau justru menjadi warisan polemik yang harus diselesaikan oleh pemerintahan baru?
Di tengah kritik yang berkembang, masyarakat Batubara berharap agar pemimpin mendatang mampu memperbaiki tata kelola pemerintahan dan mengutamakan keadilan bagi putra-putri daerah.
Karena pada akhirnya, Batubara harus menjadi tempat di mana kebijakan yang diambil mencerminkan semangat membangun dan memberdayakan warganya, bukan hanya sekadar memenuhi kepentingan segelintir pihak. ****Zn