Zulnas.com, Batubara — Belum genap sepekan sejak pernyataan Bupati Batubara Baharuddin Siagian viral di media lokal “Saya ingin lari 100, tapi OPD saya baru di kecepatan 40”, ruang media sosial warga Batubara langsung ramai.
Di Facebook, di grup-grup WhatsApp, hingga di warung kopi, perbincangan tentang evaluasi besar-besaran pejabat Pemkab Batubara kini menjadi topik hangat.
Sebagian warga mendukung langkah tegas Bupati, sebagian lagi menumpahkan keluh kesah tentang pelayanan dan kondisi infrastruktur yang tak kunjung berubah.
Yang pasti, ucapan “lari 100” itu kini menjadi kalimat paling sering dikutip di dunia maya Batubara.
Gelombang Respon Warga: “Ganti Baru Semuo Nyo, Pak!”
Salah satu komentar yang ramai dibagikan datang dari akun Facebook Zoel Firmanboy. “Ganti baru semuo nyo pak… Jgn pakai ban lamo lagi…” tulisnya singkat, tapi menggigit.
Komentar itu mencerminkan keinginan masyarakat agar Bupati benar-benar berani “membersihkan” birokrasi dari pejabat-pejabat lama yang dianggap tidak lagi produktif.
Dalam bahasa rakyat, Zoel berbicara mewakili suara banyak warga yang sudah lama menunggu perubahan nyata di tubuh pemerintahan.
Tak jauh berbeda, akun Kofen Adrian Adrian Chandra menulis, “Urang kampong ni butu bukti, bkan asik pencitraan ajo.”
Komentar itu menegaskan satu pesan sederhana: rakyat sudah lelah dengan janji dan ingin melihat hasil nyata, bukan sekadar wacana atau seremonial.
Dari Kritik Jalan Rusak hingga Sindiran Tajam
Di tengah dukungan, muncul juga suara lain yang lebih kritis. Akun Reza Rz misalnya, menulis panjang lebar tentang kondisi jalan provinsi di wilayah Batubara yang rusak parah.
“Banyak omon-omon pejabat Batubara ni… Jalan Provinsi dari perbatasan Serdang Bedagai sampai Asahan kupak-kapik tak di bolo… banyak lobang bisa bikin celaka. Kadang iri lihat jalan di Aceh yang mulus, tapi jangan tanya jalan provinsi Sumut…”
Komentar Reza menggambarkan bahwa bagi sebagian masyarakat, reformasi birokrasi bukan hanya soal mengganti pejabat, tapi juga soal perubahan nyata di lapangan: jalan yang layak, pelayanan yang cepat, dan pembangunan yang terasa sampai ke desa.
Di sisi lain, akun Robbie Jhon Wick menulis dengan nada satir, “Mantan bupati menyindir kinerja, gesek menggesek rajanyo si slogan bisa.”
Sindiran itu menunjukkan bahwa di balik langkah reformasi, masih ada aroma politik dan tarik menarik kepentingan. Di ruang maya, publik menjadi saksi sekaligus juri terhadap dinamika yang terjadi di pemerintahan.
Warga Tak Lagi Diam: Dari Dunia Maya ke Suara Nyata
Menariknya, gelombang komentar ini bukan sekadar reaksi spontan. Ia menunjukkan bahwa masyarakat Batubara kini lebih berani bersuara.
Jika dulu kritik terhadap pejabat dianggap tabu, kini media sosial menjadi ruang terbuka bagi rakyat kecil untuk menyampaikan pendapat.
Komentar-komentar seperti dari akun Dt Buyung Morna, “Banyak yg lopu dan palosu, makan ajo yg kuat!”, memang terdengar kasar, namun di balik kalimat spontan itu tersimpan kekecewaan publik terhadap pejabat yang dianggap hanya menikmati jabatan tanpa memberi manfaat.
Sedangkan akun Syahrul Usma menulis singkat, “Lamban.”
Satu kata, tapi penuh makna. Kata itu seakan menjadi ringkasan dari keresahan warga terhadap birokrasi yang belum berlari cepat, sebagaimana harapan Bupati.
Semula, Pernyataan Bupati Baharuddin yang menuntut kerja cepat ternyata membuka mata publik, ternyata banyak warga yang ingin perubahan, tapi juga skeptis.
Bagi sebagian, evaluasi pejabat adalah angin segar. Tapi bagi yang lain, semua itu masih dianggap belum menyentuh persoalan mendasar, kinerja di lapangan.
“Awal tahun nanti,” tulis akun Habib Bima, seolah menunggu waktu untuk melihat apakah janji evaluasi benar-benar dilakukan atau hanya jadi isu yang meredup bersama waktu.
Bupati dan “Ujian Publik” di Era Media Sosial
Bagi Bupati Baharuddin, gelombang komentar ini bisa menjadi cermin publik, bahwa rakyat kini menuntut hasil yang cepat, transparan, dan nyata.
Di era digital, setiap kebijakan tak lagi hanya dinilai oleh DPRD atau ASN, tapi juga oleh ribuan warga di media sosial.
Setiap kalimat, setiap keputusan, bisa menjadi viral. Dan setiap keterlambatan bisa menjadi bahan kritik publik.
Bupati Baharuddin kini menghadapi tantangan ganda: mengejar kinerja internal dan menjaga kepercayaan publik yang makin kritis.
Evaluasi Bukan Sekadar Rotasi, Tapi Ujian Kepercayaan
Gelombang reaksi warga menunjukkan satu hal penting bahwa masyarakat Batubara tidak lagi apatis. Mereka peduli, mereka bersuara, dan mereka menunggu hasil.
Langkah evaluasi pejabat yang sedang digodok oleh Bupati Baharuddin kini menjadi ujian kepercayaan publik. Jika berhasil, ia akan dikenang sebagai pemimpin yang berani mengguncang zona nyaman birokrasi. Jika tidak, publik yang sama akan menjadi pengingat paling keras lewat jari-jari mereka di dunia maya.
Karena di Batubara hari ini, perubahan bukan hanya ditunggu, tapi juga diawasi langsung oleh rakyat. ***Dan.












