Nyaleg Di Golkar Sumut, Ramayana Perjuangkan Kaum Perempuan Dari Kekerasan

Avatar photo

- Jurnalis

Sabtu, 1 Desember 2018 - 06:12 WIB

facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Caleg Golkar Sumut, Ramayana

Caleg Golkar Sumut, Ramayana

Caleg Golkar Sumut, Ramayana

Batubara,zulnas.com – Masih ingatkah akan kasus kejahatan seksual yang menghebohkan masyarakat yang menimpa yuyun? Bocah 14 tahun asal Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu ini tewas usai diperkosa dan dibunuh.

Akibat perbuatan para pelaku, lubang vagina dan anus Yuyun robek dan menjadi satu. Tak lama setelah kasus Yuyun, masyarakat juga dibuat geram oleh aksi tiga pria yang memperkosa dan membunuh Eno di kamar mes di Kosambi, Tangerang. Ketiga pelaku bahkan tega memasukkan gagang cangkul melalui lubang vagina korban.

Yuyun dan Eno adalah segelintir dari ribuan, bahkan puluhan ribu kasus kejahatan seksual yang diterima polisi setiap tahun. Jumlah ini pun hanya lapisan kecil dari jumlah mereka yang enggan dan takut melaporkan ke para penegak hukum.

Pengesahan RUU Anti Kekerasan Seksual menjadi mendesak lantaran selama ini legislasi yang mengatur tindak pidana kekerasan seksual belum memadai.

Dia Ramayana, Tenaga Ahli Fraksi Golkar DPR RI menilai bahwa KUHP hanya mengenal tindak pidana kejahatan terhadap kesusilaan, yang diatur dalam pasal 285 mengenai perkosaan.

Spektrumnya hanya terbatas pada ada unsur kekerasan dan ancaman serta terjadi di luar pernikahan. Rumusannya pun mengharuskan ada unsur persetubuhan—artinya, jika tidak ada penetrasi dari penis ke vagina, dalam beberapa pendapat, bukan merupakan tindak pidana perkosaan.

Baca Juga :  Peringati Hari Lahir Pancasila, Pemkab Batubara Gelar Upacara

Dia, yang juga merupakan Caleg DPRD Provinsi Sumatera Utara Dapil Sumut V (Asahan, Batubara, Tj. Balai) ini menjelaskan bahwa, “Batasan dari perkosaan, dari definisinya mensyaratkan harus ada penetrasi dengan pemaksaan. Rumusan perkosaan ini harus direvisi. Kemudian korban juga punya hak dalam proses hukum yang dia lakukan. Pemulihan termasuk pelayanan untuk korban.

Pentingnya Segera Mengesahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual
Setidaknya ada tiga alasan mengapa kita harus segera mengesahkan UU Penghapusan Kekerasan Seksual, Yaitu: Pertama, Karena kekerasan seksual bertentangan dengan nilai Pancasila yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.

Karena kekerasan seksual pada hakikatnya sangat bertentangan dengan nilai-nilai kemanusiaan, dan sebagai bangsa kita berkewajiban memulihkan harkat dan martabat kemanusiaan korban agar pulih seperti sedia kala, juga memulihkan pelaku untuk kembali menghargai dan menghormati nilai-nilai kemanusiaan dirinya dan orang lain.

Kedua, Untuk memenuhi hak konstitusional warga Negara diantaranya hak untuk bebas dari rasa takut, tidak didiskriminasi, bebas dari penyiksaan, hak atas hidup dan hak atas tumbuh kembang. Ketiga, Tingginya jumlah kekerasan seksual di Indonesia dan terdapatnya bentuk-bentuk kekerasan seksual yang belum diatur dalam perundang-undangan.

Baca Juga :  DPRD Batubara Gelar Paripurna: Penetapan Pimpinan DPRD dan Paslon Terpilih Bupati/Wakil Bupati 2024

KPAI mencatat terdapat 116 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Komnas Perempuan mencatat pada 2017, kekerasan seksual terhadap perempuan diranah rumah tangga sebanyak 3.495 kasus, terdiri dari perkosaan dalam rumah tangga sebanyak 1.389 kasus dan pencabulan 1.266 kasus.

Sedangkan kekerasan seksual terhadap perempuan di ranah komunitas sebanyak 2.290 kasus, terdiri dari perkosaan sebanyak 1.036 kasus dan pencabulan 838 kasus.

“Dari data diatas maka dapat ditarik kesimpulan hampir setiap harinya ada tiga orang perempuan yang menjadi korban kekerasan seksual di Indonesia, di pedesaan maupun di perkotaan, dengan berbagai bentuk kekerasan”, Jelas Dia.

Saat ini, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dalam pembahasan di Komisi VIII DPR—yang berwenang dalam urusan agama dan sosial—dan menjadi program pengesahan pada 2018.

Harapannya dalam pembahasan RUU ini nantinya perlu ditumbuhkan pemikiran para legislator untuk memandang kekerasan seksual dengan perspektif yang lebih luas, selama ini sistem hukum yang ada tidak secara komprehensif mengatur tentang hak-hak korban termasuk didalamnya jaminan korban mendapatkan layanan yang dibutuhkan pada saat penanganan kasus, perlindungan dan pemulihan pasca proses hukum untuk melanjutkan hidupnya. ***Ril

Berita Terkait

ASN Bapenda Batubara Ditemukan Tewas Gantung Diri di Rumah Kos, Diduga Alami Depresi
Kasus Suap DPRD Sumut Kembali Mencuat, Tokoh Masyarakat Desak KPK Tuntaskan 36 Nama yang Masih “Berkeliaran”
PNTI Batubara Sambangi DPRD, Suarakan Krisis Nelayan dan Usulkan Solusi Rumpon Buatan
Pemkab Batubara Gelar Pemeriksaan Kesehatan Gratis, Masyarakat Antusias Sambut Program Bupati
PNTI Batubara Audiensi ke PT BRC, Soroti Krisis Nelayan dan Usulkan Program Konservasi Laut
PNTI Batubara Audiensi ke PT IAA, Soroti Krisis Ekologi dan Kemiskinan Nelayan Pesisir
Eks Kadisperkim LH Batubara Akan Laporkan Sekda dan Inspektorat ke APH Terkait Temuan BPK
Husnul Khotimah Tanjung Tiram Siapkan Lompatan Baru Pendidikan Batubara
Berita ini 0 kali dibaca

Berita Terkait

Jumat, 27 Juni 2025 - 13:50 WIB

ASN Bapenda Batubara Ditemukan Tewas Gantung Diri di Rumah Kos, Diduga Alami Depresi

Rabu, 25 Juni 2025 - 06:41 WIB

Kasus Suap DPRD Sumut Kembali Mencuat, Tokoh Masyarakat Desak KPK Tuntaskan 36 Nama yang Masih “Berkeliaran”

Rabu, 25 Juni 2025 - 06:31 WIB

PNTI Batubara Sambangi DPRD, Suarakan Krisis Nelayan dan Usulkan Solusi Rumpon Buatan

Sabtu, 21 Juni 2025 - 14:59 WIB

PNTI Batubara Audiensi ke PT BRC, Soroti Krisis Nelayan dan Usulkan Program Konservasi Laut

Kamis, 19 Juni 2025 - 14:00 WIB

PNTI Batubara Audiensi ke PT IAA, Soroti Krisis Ekologi dan Kemiskinan Nelayan Pesisir

Berita Terbaru