Zulnas.com, Labuhanbatu — Setiap tanggal memiliki kisahnya sendiri. Namun, bagi sebuah keluarga di Kota Rantauprapat, 31 Desember bukan sekadar penutup kalender, melainkan awal dari perjalanan hidup yang panjang dan penuh makna.
Pada 31 Desember, waktu berjalan sunyi seperti jeda. Tak ada perayaan, hanya penantian. Hingga akhirnya, di hari terakhir tahun itu, lahirlah seorang putri di Kota Medan. Dalam keluarga, ia kelak dikenal dengan sapaan akrab “si kakak.”
Hari-hari awal kehidupannya di Medan tidak sepenuhnya mudah.
Masa kecil yang pahit menjadi bagian dari perjalanan awalnya. Pada usia empat tahun, ia harus berpindah dari Medan ke Kotapinang, Kabupaten Labuhanbatu Selatan, menyusul kepindahan tugas sang ayah yang kini telah almarhum.
Kotapinang kemudian menjadi rumah tumbuhnya. Selama sekitar sebelas tahun, ia dibesarkan dalam suasana kota kecil yang sederhana, namun kaya akan nilai kehidupan. Lingkungan, keluarga, dan keterbatasan membentuk karakternya sejak dini mengajarkannya arti bertahan, berbagi, dan menjadi kuat tanpa banyak kata.
Lahir di hari terakhir tahun, “si kakak” kerap dimaknai sebagai simbol penutup sekaligus pembuka. Penutup bagi masa lalu, dan pembuka bagi harapan baru keluarga. Sebagai anak sulung, ia tumbuh dengan peran tak tertulis—belajar lebih dulu tentang tanggung jawab, keteguhan, dan pengorbanan.
Julukan “si kakak” bukan sekadar panggilan. Ia adalah penanda peran. Dalam diam, ia menjadi contoh. Dalam keterbatasan, ia belajar bertahan. Tidak semua fase hidupnya dirayakan dengan sorak, namun dijalani dengan kesabaran dan ketabahan.
Memasuki masa remaja, langkah hidupnya kembali berubah. Ia berpindah ke Rantauprapat untuk melanjutkan pendidikan. Kota ini menjadi ruang baru bagi pencarian jati diri, pertemuan, dan takdir.
Di Rantauprapat, ia berjumpa dengan seorang pria yang pada awalnya ia anggap misterius, cuek, tegas, dan sedikit religius. Waktu mempertemukan, percakapan menumbuhkan kedekatan, hingga takdir perlahan menemukan jalannya. Dari pertemuan sederhana itu, jodoh pun terjadi, membuka babak baru dalam perjalanan hidupnya.
Dari ikatan tersebut, ia dikaruniai tiga orang putra, yang kini menjadi sumber kekuatan dan harapan dalam kehidupannya.
Kini, puluhan tahun berselang, tanggal itu tetap bermakna. 31 Desember dikenang sebagai hari sunyi sebelum kelahiran, sekaligus hari hadirnya peran besar dalam keluarga seorang anak yang lahir di ujung tahun, tumbuh melalui perpindahan dan ujian, hingga menjadi penjaga harapan bagi orang-orang yang ia cintai. (Ce ha).












