Zulnas.com, Batubara — Ruang Aula Kantor Bupati Batubara di Limapuluh pagi itu terasa seperti pit-stop sebuah tim balap besar. Bukan suara mesin yang meraung, tetapi suasana yang mengisyaratkan percepatan. Enam hari lalu, Bupati H. Baharuddin Siagian kembali mengulang pesan yang membuat publik Batubara tersentak: “Saya ingin lari 100, tapi OPD masih di kecepatan 40.”
Kalimat itu menjadi semacam alarm. Alarm bagi birokrasi yang selama ini berjalan santai dengan ritme lama. Alarm kepada para pejabat yang selama ini bekerja dengan pola warisan masa sebelumnya. Dan Senin (17/12/2025), alarm itu berubah menjadi aksi nyata: pelantikan pejabat baru.
Pelantikan ini bukan sekadar rotasi tahunan. Ia adalah titik tolak. Sebuah starting line baru karena bagi Bupati, perlombaan sesungguhnya baru dimulai.
Terkait berita pelantikan pejabat eselon II tersebut, kemudian banyak publik merespon dengan komentar beragam, dan menarik untuk ditulis kembali sesi lanjutan.
Meninggalkan Pola Lama, Menyambut ‘Mesin’ Baru
Ketika nama-nama baru seperti Renold Asmara, Rusian Heri, Bambang HS, Elpandi, Murdi Simangunsong, Meilinda, Bukhari Imron, Antoni Ritonga, Ronald F. Siahaan, dan Edwin Aldrin Sitorus dipanggil satu per satu ke depan ruangan, publik Batubara tidak hanya melihat pejabat baru. Mereka melihat simbol.
Simbol bahwa pola lama tak lagi bisa dipertahankan.
Simbol bahwa mesin birokrasi harus di-upgrade.
Simbol bahwa Batubara harus mulai berlari.
“Pelantikan ini hal lumrah, tapi tujuannya mempercepat program prioritas,” ujar Bupati. Kalimat itu sederhana, tetapi isinya tegas. Ia ingin pejabat baru bukan sekadar duduk di kursi baru, tetapi bergerak.
Ketika Publik Mulai Ikut Mengatur Kecepatan
Pelantikan ini datang pada saat yang tepat. Gelombang kritik masyarakat sedang deras-derasnya. Di media sosial, warga Batubara tak sekadar mengeluh mereka memberi peringatan.
Ada yang bersuara lantang agar “ban lama jangan dipakai lagi”.
Ada yang menyindir keras jalan provinsi yang rusak tak kunjung diperbaiki.
Ada yang menulis bahwa masyarakat butuh bukti, bukan pencitraan.
Ada pula yang mengatakan, “Urang kampong butuh hasil, bukan janji.”
Kumpulan suara itu menekan pemerintah setempat agar bergerak lebih cepat. Lari lebih kencang. Mengambil keputusan lebih berani.
Dan kini, dengan pejabat baru, publik seperti menemukan alasan untuk berharap lagi.
Tantangan Pejabat Baru: Mengubah Ritme, Bukan Sekadar Meja Kerja
Bagi pejabat baru, kecepatan bukan hanya soal bekerja pagi hingga malam. Ini tentang mengubah ritme. Mengubah mindset. Mengubah cara pandang birokrasi yang selama bertahun-tahun berjalan dengan kecepatan 40.
Ada pekerjaan rumah yang sangat nyata yaitu jalan rusak yang membuat warga “iri” terhadap provinsi tetangga. Pelayanan perizinan yang harus lebih cepat dan terbuka. Komunikasi publik yang butuh modernisasi. Pengawasan dan ketertiban umum yang harus lebih responsif. Pengelolaan keuangan daerah yang menuntut akurasi dan integritas tinggi.
Barang kali itulah pesan ritme yang harus dikerja pejabat setempat. Pejabat baru tidak diberi waktu lama untuk beradaptasi. Mereka langsung dihadapkan pada medan balap.
Bupati meminta mereka segera menyesuaikan diri. Segera menyentuh program prioritas. Segera melayani masyarakat tanpa menunda.
Karena dalam perlombaan ini, lambat bukan hanya soal reputasi tetapi soal kepercayaan publik.
Lari 100: Bukan Tentang Siapa yang Paling Cepat, Tapi Siapa yang Serius
Untuk mencapai kecepatan 100, yang dibutuhkan bukan hanya fisik, tetapi tekad. Bupati sudah menyatakan dirinya siap berlari. Kini giliran para pejabat mengejar ritme itu.
Birokrasi tidak bisa lagi berjalan dengan pola lama, menunggu perintah, bekerja berdasarkan kebiasaan, atau bersembunyi di balik prosedur.
Masyarakat kini menuntut perubahan konkret. Bupati menuntut kecepatan.
Publik menuntut hasil.
Pejabat baru harus membuktikan bahwa mereka bukan sekadar pengganti. Mereka harus menjadi mesin penggerak. Mereka harus membuat publik percaya bahwa keputusan merombak struktur bukan sekadar formalitas, melainkan langkah strategis.
Start Sudah Dimulai, Publik Menghitung Waktu
Kini pertanyaannya bukan lagi “siapa pejabat yang dilantik?”, tetapi “apa yang mereka lakukan setelahnya?”.
Batubara tengah memasuki babak baru.
Dari lari 40 menuju lari 100 bukan perjalanan mudah.
Akan ada yang tersandung.
Akan ada yang tertinggal.
Akan ada yang tidak kuat mengikuti ritme.
Namun bagi masyarakat Batubara, yang terpenting adalah adanya harapan bahwa pemerintah mereka benar-benar mulai bergerak.
Bupati sudah memulai. Pejabat baru sudah dipanggil masuk arena. Start sudah dimulai.
Dan sekarang, seluruh mata publik sedang mengamati, apakah Batubara akhirnya benar-benar bisa berlari? Atau hanya sekedar narasi “lari cepat ada yang dikejar, lambat ada yang ditunggu”, yang pasti birokrasi dibawah kepemimpinan Batubara Bahagia sedang memanaskan mesin birokrasi, agar tidak jangan “jim di tengah jalan”. ****Dan












