Zulnas.com, BATUBARA — Perjalanan karier Muhammad Ayub Ramadhansyah (25), warga Desa Lubuk Ulu, Kecamatan Datuk Lima Puluh, Kabupaten Batubara, berakhir menjadi kisah pilu dan penuh keajaiban. Lulusan Sarjana Hubungan Internasional Universitas Islam Riau (UIR) ini berhasil lolos dari jaringan Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) internasional yang memaksanya bekerja di sindikat scam dan judi online di Kamboja.
Ayub, yang baru setahun pulang dari Belanda usai bekerja di sebuah perusahaan teknologi, awalnya tergiur tawaran kerja bergaji besar dari perusahaan bernama Global Internasional yang mengaku berbasis di China. Tawaran itu ia temukan lewat aplikasi online pada September 2025.
“Karena sistem rekrutmen dan komunikasi mereka mirip dengan perusahaan tempat saya bekerja di Belanda, saya tidak curiga. Mereka profesional di awal,” ungkap Ayub usai tiba di Medan, Kamis (16/10/2025).
Namun tanda tanya mulai muncul saat tiket keberangkatannya menunjukkan rute Kualanamu–Vietnam, bukan langsung ke China. Kepada Ayub, pihak perusahaan menjelaskan bahwa dari Vietnam ia akan menempuh jalur darat menuju Shanghai.
Tanggal 1 Oktober 2025, Ayub berangkat dari Bandara Kualanamu dan mendarat di Vietnam setelah 18 jam perjalanan. Ia dijemput oleh pihak yang mengaku perwakilan perusahaan. Tetapi arah perjalanan yang menuju Bavet, perbatasan Vietnam–Kamboja, mulai membuatnya curiga.
“Mereka bilang mau urus visa turis di Bavet, tapi ternyata saya dibawa ke daerah Charitong, Kamboja, ke dalam kompleks besar seperti perkantoran tertutup,” kata Ayub.
Di sanalah mimpi buruk dimulai. Ia diminta menandatangani kontrak kerja selama setahun, dan baru sadar bahwa pekerjaannya adalah operator judi online dan penipuan digital (scam).
Selama tiga hari bekerja, Ayub merasakan tekanan luar biasa. “Saya tidak tahan. Suasananya mencekam, semua dikontrol, kami seperti tahanan. Kalau menolak kerja, bisa disiksa,” kenangnya.
Pada hari keempat, Ayub menolak bekerja dan langsung disekap di kamar lantai empat gedung tersebut. Dalam ketakutan dan tekanan psikologis berat, ia nekat memanjat turun dari dinding luar gedung, berpegangan pada pipa dan mesin AC.
Namun upayanya gagal. Ia tertangkap oleh sekuriti dan diserahkan ke sindikat lain. Dini hari, sekitar pukul 3–4 subuh, ia dibawa ke sebuah hotel di Charitong. Di sana, Ayub mendengar percakapan mencurigakan antara dua pria yang membawanya.
“Saya dengar kata ‘fifty thousand dollars’ dan ‘young boy’. Saya paham maksudnya, karena mereka bicara dalam bahasa Inggris,” ujar Ayub dengan nada bergetar.
Dalam kepanikan, ia menghubungi temannya di Medan melalui ponsel yang sempat dikembalikan kepadanya. Temannya lalu memesankan taksi daring ke hotel tersebut. Sekitar pukul 5 pagi, Ayub berhasil melarikan diri. Namun karena tidak memiliki uang untuk membayar taksi, ia diturunkan di tengah jalan.
Dengan kondisi lemah dan lapar, Ayub berjalan menembus hutan, perkampungan, dan area persawahan hingga menemukan sebuah klinik tempat ia beristirahat dua jam. Setelah itu, ia melanjutkan perjalanan dan menemukan kantor bank. Dari sanalah ia melapor, hingga akhirnya dibawa ke kantor polisi dan diserahkan ke KBRI Phnom Penh.
Di KBRI, Ayub mendapatkan makanan, mandi, dan perlindungan. Melalui bantuan teman dan dukungan pihak KBRI, ia dipulangkan ke Indonesia pada 15 Oktober 2025, dengan penerbangan dari Kamboja, transit di Bandara Changi Singapura selama 14 jam, dan tiba di Kualanamu pukul 16.00 WIB.
Setibanya di Medan, Ayub dijemput orang tuanya, Sutrisno, seorang pensiunan sekuriti PTPN IV Kebun Tanah Itam Ulu, dengan pendampingan Camat Datuk Lima Puluh, Wahidin Kamal, mewakili Pemerintah Kabupaten Batubara.
Lebih menyedihkan lagi, Ayub mengaku rekeningnya telah dikuras habis oleh sindikat, termasuk uang Rp10 juta kiriman kakaknya. Bahkan, para pelaku sempat meminta uang tebusan Rp75 juta jika Ayub ingin pulang ke Indonesia.
Kini Ayub tengah memulihkan kondisi fisik dan mentalnya. Ia berharap kisahnya menjadi pelajaran bagi masyarakat agar lebih berhati-hati terhadap tawaran kerja luar negeri yang tidak melalui jalur resmi.
“Saya ingin masyarakat belajar dari pengalaman saya. Jangan mudah tergiur gaji besar tanpa memastikan legalitas perusahaan. Nyawa bisa jadi taruhannya,” tegas Ayub.
Kisah keberanian Ayub bukan hanya tentang perjuangan melawan tipu daya sindikat internasional, tetapi juga tentang keberuntungan hidup, karena tidak semua korban TPPO seberuntung dirinya bisa pulang dengan selamat. (Dan).