Zulnas.com, Batubara – Polemik kewajiban plasma 20 persen bagi pekebun sawit yang berada di Kabupaten Batubara nampaknya menarik untuk dicermati. Pasalnya, regulasi yang menganut ihwal tersebut menimbulkan berbagai tafsir sehingga mendorong para pihak baik IWO dan DPRD menjadi hangat membicarakan ihwal tersebut.
Demikian yang dikemukan ketua PD IWO Kabupaten Batubara usai acara Rapat Dengar Pendapat (RDP) digedung dewan, senin (1 Desember 2025) kemarin.
RDP yang dipimpin langsung Ketua Komisi I DPRD Batubara, Darius, menghadirkan jajaran Komisi I lainnya Sudarman, Saiful, dan Suminah serta berbagai pihak terkait, termasuk BPN Batubara, perwakilan sejumlah perkebunan, Camat Datuk Lima Puluh, kepala desa, dan OPD terkait.
Perkebunan Klaim Sudah Jalankan Plasma, tapi
Lima perusahaan perkebunan yang hadir PT Socfindo, PT Lonsum Dolok Estate, PTPN IV (TIU & Dusun Ulu), serta PT Perkebunan Kuala Gunung mengaku telah menerapkan kewajiban plasma melalui pola kemitraan.
Namun ada poin krusial yang memantik tanda tanya yakni Tidak satu pun perusahaan yang menyebutkan secara rinci luasan plasma atau jumlah pekebun binaan, dan seluruhnya menegaskan bahwa plasma tidak diambil dari areal Hak Guna Usaha (HGU), melainkan dari kemitraan dengan pekebun di luar lahan mereka.
IWO Batubara Tegas: Plasma Wajib dari Lahan HGU
Sikap ini ditolak tegas oleh IWO Batubara melalui ketuanya, Darmansyah, yang menyebut regulasi jelas menyatakan bahwa plasma 20% harus bersumber dari luasan HGU, bukan dari pola pembinaan di luar areal.
“Ini bukan sekadar soal klaim kemitraan. Aturannya mewajibkan plasma 20% diambil dari HGU perkebunan. Tidak boleh ditafsirkan sesuka hati,” tegas Darmansyah, sekaligus meminta DPRD membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menuntaskan sengkarut ini.
DPRD Temukan Indikasi “Keanehan”
Darius, yang juga berlatar belakang advokat, mengaku telah menelaah sejumlah regulasi mulai dari UU 39/2014 tentang Perkebunan, hingga Permentan No. 98/2013 dan Permentan No. 26/2007. Dari kajian awal, ia menemukan adanya celah tafsir yang justru kerap dimanfaatkan.
Tak hanya itu, Darius juga menyinggung adanya indikasi praktik transaksional dalam pendataan peserta plasma. “Ada laporan nama warga dicatut sebagai peserta plasma tanpa sepengetahuan mereka. Ini serius,” ujarnya.
Camat: Tidak Pernah Dilibatkan
Camat Datuk Lima Puluh, Wahidin Kamal, mengungkap fakta mengejutkan lainnya:
Kecamatan tidak pernah dilibatkan dalam sosialisasi atau pendataan plasma, padahal beberapa perusahaan beroperasi di wilayahnya.
“Kami hanya menerima informasi dari masyarakat. Tidak ada koordinasi dari pihak perusahaan,” ungkap Camat.
DPRD Resmi Akan Dorong Pembentukan Pansus
Mendengar berbagai perbedaan versi dan dugaan penyimpangan, DPRD Batubara akhirnya mengambil langkah politik.
Darius menegaskan akan segera melobi fraksi-fraksi untuk membentuk Pansus Plasma 20%.
“Ini menyangkut hak masyarakat dan kepastian hukum. Dari RDP ini, kita akan usulkan Pansus untuk memastikan tidak ada aturan yang diselewengkan,” tegasnya.
Polemik yang Tak Bisa Lagi Dibiarkan
Polemik plasma 20% bukan isu baru di Batubara, namun RDP kali ini membuka kembali kompleksitas hubungan antara perusahaan perkebunan, pemerintah, dan masyarakat. Dengan adanya inisiatif pembentukan Pansus, publik kini menunggu apakah DPRD benar-benar mampu mengurai simpul kusut yang selama ini dikeluhkan masyarakat.
Jika Pansus terbentuk, tidak tertutup kemungkinan praktik-praktik yang selama ini ditutupi akan terbongkar.
Dan itulah yang kini menjadi perhatian publik Batubara: apakah Pansus akan menjadi momentum pembenahan, atau justru kembali tenggelam dalam janji politik yang tak berujung. (Dan).












