Zulnas.com, Batubara — Siang mulai merambat di langit Kecamatan Sei Balai, Kabupaten Batubara, ketika ribuan orang berkumpul di Lapangan Yudha Markas Komando Yonif 126/Kala Cakti, Minggu (1/6/2025).
Di tengah suasana religius Tabligh Akbar bersama Ustadz Abdul Somad, suara Bupati Batubara, H. Baharuddin Siagian, menggema mengingatkan masyarakat tentang ancaman nyata yang mengintai di tengah kehidupan sosial: HIV/AIDS.
Dengan nada tegas namun penuh ajakan, Bupati Bahar menyampaikan keresahannya atas meningkatnya kasus HIV/AIDS di wilayah yang ia pimpin.
Menurut catatan MedanMerdeka, Hingga Mei 2025, tercatat 83 penderita HIV di Batubara, angka yang cukup mengguncang, mengingat wilayah ini sebelumnya relatif tenang dari sorotan isu ini. Yang lebih mengkhawatirkan, mayoritas kasus ini ditemukan akibat hubungan sesama jenis, atau yang dalam istilah medis dikenal sebagai Lelaki Seks Lelaki (LSL), dan LGBT sesama jenis perumpuan.
“Kasus HIV-AIDS ini harus kita berantas bersama. Tanggung jawab kita besar untuk menyelamatkan generasi emas Batubara ke depan,” seru Bupati Bahar kepada hadirin.
Antara Data dan Dilema Sosial
Data dari Dinas Kesehatan Batubara mengonfirmasi kecemasan sang bupati. Menurut Kabid P2P, Budi Junarman Sinaga, tren kasus menunjukkan kenaikan signifikan dari tahun sebelumnya.
Namun bukan hanya angka yang menjadi masalah. Pendekatan terhadap penderita HIV di Batubara juga menghadapi tantangan besar: ketertutupan pasien dan minimnya keterlibatan aktif mereka dalam pengobatan jangka panjang.
“Kendalanya selama ini, pasien tidak melakukan pengobatan secara rutin. Bahkan ada yang pindah domisili tanpa kabar,” jelas Budi.
Dalam konteks ini, penyuluhan dan pendekatan personal menjadi kunci. Konseling dilakukan dengan pendekatan rahasia dan mendalam, karena HIV bukan hanya penyakit fisik, tapi juga sosial. Stigma, rasa malu, bahkan ketakutan kerap membuat penderita enggan terbuka, bahkan pada tenaga medis sekalipun.
Kolaborasi Lintas Sektor
Bupati Bahar bukan satu-satunya yang bersuara. Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Batubara, H. M. Hidayat, LC, juga menyampaikan keprihatinan mendalam. Baginya, penyebaran HIV erat kaitannya dengan persoalan moralitas.
“Islam sudah tegas di dalam Al Quran melarang manusia mendekati zina. Mendekatinya saja tidak boleh, apalagi melakukannya,” ucapnya.
Ia pun menambahkan bahwa perilaku menyimpang seperti LGBT serta penggunaan narkoba berbagi jarum suntik adalah jalan masuk utama virus HIV ke tubuh manusia.
MUI pun mengajak masyarakat untuk menjaga lingkungan terdekat mereka, keluarga mereka, anak-anak, dan tetangga mereka dari pergaulan bebas dan gaya hidup yang merusak.
Remaja: Garda Terdepan atau Korban Terbanyak?
Dinas Kesehatan Batubara tidak tinggal diam. Mereka gencar melakukan penyuluhan dan tes ke sekolah-sekolah, terutama kalangan remaja SMP dan SLTA. Fokus ini bukan tanpa alasan. Masa remaja adalah masa pencarian jati diri yang rawan terpapar pengaruh negatif jika tidak diarahkan dengan benar.
Namun, upaya ini bukan tanpa hambatan. Penyuluhan harus bersentuhan dengan nilai agama, budaya lokal, dan pendekatan psikologis yang tepat. Tidak semua orang tua siap menerima kenyataan bahwa anak mereka berisiko, dan tidak semua guru mampu memberikan pendidikan kesehatan seksual secara efektif.
Mengurai Benang Kusut Pencegahan HIV
Kisah HIV di Batubara bukan hanya soal angka. Ini adalah tentang bagaimana masyarakat menghadapi perubahan sosial, bagaimana pemerintah menjembatani pendekatan medis dan budaya, dan bagaimana kita semua pihak baik sebagai orang tua, guru, tokoh agama, hingga pemimpin daerah bisa bersatu untuk melindungi masa depan generasi muda di Batubara khususnya.
Seperti pesan Bupati Baharuddin, “Dibutuhkan sinergitas dan kolaborasi semua elemen masyarakat.” paparnya.
HIV bukan hanya penyakit medis, tapi cermin dari dinamika sosial dan nilai-nilai yang tengah diuji. Perang melawan HIV di Batubara baru saja dimulai. Dan ia membutuhkan kita semua bukan untuk menghakimi, tapi untuk merangkul, membimbing, dan melindungi. Semoga… ***