Zulnas.com, Batubara, — Waktu terus bergulir di Kabupaten Batubara, namun Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) masih terbelenggu dalam simpul persoalan yang tak kunjung terurai. Proses pembentukan fraksi yang semestinya menjadi langkah awal untuk merajut kerja-kerja parlemen justru tersendat dalam labirin kepentingan politik.
Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Batubara, Izhar Padli, dengan nada yang bercampur antara keprihatinan dan ketegasan, menyampaikan bahwa hingga hari ini belum ada kesepakatan yang terjalin di antara tujuh partai politik yang diharuskan bergabung membentuk fraksi.
“Tujuh kali pertemuan telah dihelat, namun semuanya berakhir tanpa simpul. Komunikasi di antara mereka terpecah oleh perbedaan persepsi,” tuturnya.
Politik yang Tersandera Ego
Dalam dinamika politik yang berkelindan ini, ego dan kepentingan menjadi tembok besar yang menghalangi kesepakatan. Surat-surat resmi dari partai-partai politik yang telah masuk ke meja Sekwan, alih-alih menjadi solusi, justru terjebak dalam kekakuan regulasi yang tidak secara eksplisit mengatur langkah-langkah penyelesaian.
Mendagri pun turun tangan, memberikan arahan agar pimpinan sementara DPRD dapat memfasilitasi pertemuan yang lebih produktif. Namun, bila dialog tak juga menemui titik terang, opsi terakhir adalah mengembalikan persoalan kepada partai-partai yang memiliki kursi cukup untuk berdiri sendiri. Sebuah solusi yang pahit, namun mungkin menjadi jalan terakhir.
Panggung Fraksi yang Tak Kunjung Tersusun
Regulasi telah menggariskan, melalui Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 dan Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, bahwa fraksi-fraksi di DPRD harus terbentuk dalam waktu satu bulan setelah pelantikan.
Batas waktu itu pun, yang dihitung berdasarkan hari kerja, kian dekat di pelupuk mata. Namun hingga kini, bayangan fraksi-fraksi yang kokoh masih terasa seperti fatamorgana.
Dalam konfigurasi yang ada, dua fraksi gabungan telah diusulkan:
- Fraksi Gabungan Pertama:
Partai Golkar: 3 kursi
PPP: 3 kursi
NasDem: 2 kursi
- Fraksi Gabungan Kedua:
PKB: 3 kursi
Demokrat: 3 kursi
Perindo: 1 kursi
Hanura: 1 kursi
Namun, riak-riak baru muncul dengan munculnya gagasan poros ketiga yang melibatkan NasDem, Demokrat, dan Hanura. Poros ini, jika terbentuk, tentu akan menambah kompleksitas dalam mencari harmoni di tengah keterbatasan jumlah kursi.
Kritik dan Harapan
Dalam keterlambatan ini, Mendagri tak sungkan melayangkan kritik pedas, menyebut bahwa kinerja DPRD Batubara jauh dari harapan.
“Ini menjadi catatan buruk bagi Batubara, sebuah cerminan kegagalan politik untuk mengutamakan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi,” ujar pengamat politik lokal mengutip pernyataan Mendagri.
Namun, di balik kritik itu tersimpan harapan. Pimpinan sementara DPRD telah menyiapkan tiga opsi untuk membangun kesepakatan antarpartai.
Tiga tawaran itu diharapkan dapat menjembatani perbedaan, memberikan ruang untuk dialog yang lebih mendalam, dan membuka peluang bagi partai-partai untuk menemukan titik temu.
Catatan Akhir: Politik Sebagai Seni Mengelola Perbedaan
Drama politik di DPRD Batubara adalah cerminan dari tantangan demokrasi yang sebenarnya: seni untuk menyatukan yang terpisah, menjahit yang tercerai, dan menemukan kesepakatan di tengah perbedaan.
Waktu terus berjalan, membawa harapan bahwa DPRD Batubara dapat bangkit dari keterpurukan ini. Sebab di atas segala kepentingan, rakyat Batubara menanti.
Menanti wakil-wakil mereka untuk bekerja, bukan berdebat tanpa ujung. Menanti suara-suara kecil di ruang publik menjadi gema besar di ruang sidang.
DPRD Batubara, akankah kau menjawab panggilan sejarah ini?