Zulnas.com, Batubara — Kuasa hukum Suriadi, Zamal Setiawan meminta kepada Pengadilan Negeri Kisaran untuk memberikan keputusan berdasarkan hati dan perasaan. Hakim, adalah Pengadilan atas nama Tuhan didunia, karenanya, hakim memutuskan suatu perkara berdasarkan berketuhanan.
Hal itu disampaikan Zamal Setiawan salah satu kuasa hukum Suriadi yang tertimpa kasus tipiring pencurian Tandan Buah Segar (TBS) milik PT Moeis, di Wilayah Kabupaten Batubara, Sabtu, 4/11/2023).
Zamal menjelaskan, Suriadi (41) adalah salah satu terdakwa kasus Tindak Pidana Ringan (Tipiring) yang kini mendekam diterali besi. Ayah satu anak itu terpaksa harus pisah dari keluarga yang disayanginya dan tidur dihotel ‘prodeo’ akibat tertangkap tangan mengambil enam Tandan Buah Segar (TBS) PT. Moeis.
“Ya, enam TBS itu bernilai 124 Ribu Rupiah. Jika ditukarkan dengan barang, 6 tandan buah segar itu paling bernilai 10 kg beras yang hanya bisa dimakan selama 7 hari,” kata Zamal kepada wartawan, melalui via telpon, Sabtu 4 Nopember 2023.
Zamal menyebut, Suriadi adalah salah satu keluarga yang hidup berkesusahan, bekerja serabutan dan punya anak semata wayang. Untuk memenuhi kebutuhan hidup, pemuda itu harus banting tulang, berbagai cara dilakukannya untuk makan, bahkan mecari barang rongsokan.
Pemuda yang tinggal di Dusun VI Desa Titi Payung Kecamatan Air Putih Kabupaten Batubara itu kini harus berpisah dari keluarga yang dicintainya. Pil pahit yang ditelan membuatnya harus masuk buih dan jauh dari keluarga yang mungkin tak kuasa untuk bertahan hidup didunia yang panah.
Begitulah penderitaan yang dialami keluarga yang hidup susah. Melawan sebuah tirani perusahaan komersil membuat catatan perih dalam hidup yang sulit untuk dilupakan.
- Mencuri Untuk Makan dan Bertahan Hidup
Kuasa hukum Suriadi, Zamal Setiawan SH mengungkapkan kasus yang dialami kliennya adalah potret satu dari ratusan manusia yang mencuri untuk makan dan bertahan hidup.
Dalam pledoi yang disampaikan kuasa hukum Zamal Setiawan SH dan Ichsanul Azmi Hasibuan SH kepada Ketua PN Kisaran, C/q Majelis Hakim, mengadili perkara pidana No Register Perkara 627/Pid.sus/2023/PN KIS, atas nama terdaka Suriadi, warga Dusun VI Desa Titi Payung, Kecamatan Airputih, Batubara.
“Sebagai penasihat hukum terkdawa, kami senantiasa berpegang teguh pada prinsip penegak hukum yang berwawasan keadilan,” pungkas Zamal Setiawan SH, Jumat (3/11/2023), sebagaimana dilansir MedanMerdeka.
Keterangan saksi Sutrisno, terdakwa Suriadi mencuri 6 TBS PT MOEIS, di areal Blok C Afdeling II Desa Perkebunan Sipare-pare, Kecamatan Sei Suka, Batubara, Selasa (11/7/2023) pukul 19.00 WIB. Hal ini dikatakan Kepala Keamanan Sutrisno setelah dia diberitahu saksi, Ruswanto.
Setelah diperiksa, saksi melihat terdakwa Suriadi memembawa 6 TBS menggunakan sepeda motor Revo BK 6704 OAB, sembari membawa pisau dodos. Saksi bersama Kuswanto, Samsul Bahri Sagala langsung menangkap Suriadi.
Semua keterangan saksi-saksi diakui Suriadi yang sehari-hari berprofesi sebagai pengumpul botol bekas. Tak satupun keterangan yang memberatkan dirinya dibantah. Semua itu dilakukannya karena terdesakan ekonomi, untuk menutupi biaya makan dan membeli bensin. Apalagi, penghasilannya mencari butut atau barang bekas tak mencukupi untuk biaya makan bersama keluarga sederhananya.
Asniar dan Sukarjo, saksi sekaligus tetangga terdakwa mengakui jika Suriadi kehidupannya sangat susah, selama ini tinggal di rumah berdinding tepas dan beratap rumbiah.
Apalagi, sejak COVID-19 hingga kini, terdakwa tidak pernah mendapatkan bantuan pemerintah, apakah itu PKH maupun lainnya. Selain itu, selama ini Suradi dikenal berkelakuan baik dan bukan kriminalitas.
Selain itu, berdasarkan fakta persidangan sambung Zamal, pelapor kepala keamanan Sutrisno tidak sah secara hukum mewakili PT MOEIS sebagai pelapor ke pihak kepolisian, Jaksa maupun Pengadilan. Merujuk pada KUHAP, pelapor adalah orang yang karena haknya berdasarkan undang-undang dirugikan hal ini dapat kita lihat penjelasan dari Pasal I angka 23. Namun terhadap keabsahan keterangan tersebut menjadi cacat hukum dikarenan UU Perseroan Terbatas memberikan batasan bahwa hanya Direksi yang sah mewakili Perseroan.Perusahaan di dalam maupun di luar pengadilan.
Terlepas dari hal ini, apa yang dilakukan terdakwa Suriadi semata-mata karena kemiskinan dan PT MOEIS tidak memberdayakan masyarakat sekitar.
“Bahkan kepala desa Titi Payung juga mengakui jika terdakwa merupakan keluarga yang masuk kategori tak mampu,” pungkasnya.
Zamal mengajak majelis hakim untuk melihat persoalan ini lebih luas lagi, dan sejatinya pula hukum memanglah seperti itu agar menghasilkan keputusan yang berkeadilan. Zamal menuding PT MOEIS belum menghasilkan nilai tambah untuk kesejahteraan sosial.
Oleh karena itu, Zamal berpendapat hukuman pidana terhadap terdakwa bukanlah penyelesaian yang tepat. Padahal, di kabupaten lain seperti Simalungun, Asahan, Sergai, Deliserdang,dll, kasus seperti ini dapat diselesaikan melalui Restorative Justice, sebagaimana harapan pemerintah. Namun mengapa untuk kasus Suriadi tidak dapat diselesaikan sejak dimulainya laporan?
“Kami memohon Majelis Hakim untuk tidak menghukum terdakwa dan membebaskannya dari segala dakwaan. Perbuatan itu dilakukannya karena istri dan anaknya harus makan,” pinta Zamal.
Lebih lanjut, Zamal menjelaskan, kasus tersebut masih berproses di pengadilan. Saat ini, pihaknya telah menyampaikan pledoi (pembelaan) dan nanti menyusul jawab dari Jaksa Penuntut Umum (JPU).
“Sidangnya mungkin ada waktu 3 minggu lagi, kami sudah mengajukan pledoi, dan nanti JPU akan mengajukan Replik dan Duplik, sehingga Hakim yang nanti memustuskan perkara yang bersangkutan,” ujarnya kepada zulnas.com.
Jadi, dia mengaku punya waktu 3 minggu lagi untuk mempengaruhi putusan hakim agar dapat lebih bijaksana dalam memutuskan
Perkara ‘taik kucing’ ini. Katanya.
“Kalau jaksa menuntut 1 tahun, muda-mudahan nanti putusan Hakim memihak kekita. Bebas murni,” harapnya. (MM).