Zulnas.com, Batubara — Penetapan tersangka berinisial A dalam kasus proyek pembangunan Sumur Bor di Desa Sumber Padi Kecamatan Lima Puluh Kabupaten Batubara Propinsi Sumatera yang kini ditangani pihak kejaksaan setempat mulai mendapat perhatian.
Pasalnya, Citra Muliadi Bangun sebagai salah satu pengelola dari pemandian air panas didesa tersebut mengaku tidak sependapat dengan pihak kejaksaan, alasannya, dia berpendapat kasus tersebut terlalu dipaksakan hingga masuk keranah hukum.
Semula memang, Citra mengaku mengapresiasi pihak kejaksaan Negeri Batubara dalam komitmen penegakan hukum terhadap kasus korupsi, hanya saja, Citra merasa janggal kasus yang sudah berumur lima tahun ini kenapa tiba-tiba muncul dan langsung menjurus pada rekanan hingga ditetapkan sebagai tersangka.
“Kita apresiasi kinerja Kejari Batubara yang membongkar kasus korupsi. Namun dalam hal pembangunan sumur bor, dirinya mengaku kecewa dengan penetapan tersangka”, kata Citra kepada sejumlah wartawan, Jumat (17/6/22) siang.
Citra menduga, penetapan tersangka pada proyek pembangunan sumur bor tidak didasari pada proses hukum yang kuat. Karena, citra berpendapat, pihak penyidik terlalu memaksakan kasus itu padahal, pejabat yang menjadi PPK dan PPTK pada Dinas Perikanan Batubara sudah meninggal dunia.
“Seharusnya kasus ini sudah SP3, dan kasus ini layak itu dihentikan karena memang pejabat pengguna anggaran sekaligus PPK telah meninggal dunia. Ini malah koq rekanan yang disasar menjadi tersangka,” Sebut Citra.
Baca : Rekanan Proyek Dinas Perikanan Tahun 2017 Ditahan Kejari Batubara
Selanjutnya, Citra mengaku sangat kecewa bila mana kasus yang ditangani jaksa yang membuat rekannya menjadi tersangka, kekecewaan ini dia sampaikan dari aspek hukum yang mencederai hati nuraninya.
“Kita tidak bisa membohongi hati nurani, saya akan bantu dengan memberikan advokasi hukum terhadap tersangka dipersidangan. Ini demi mencari kebenaran dan keadilan”, sebut Citra.
Dalam kasus itu, Citra memaparkan beberapa kejanggalan yang menimpa A. Disebutkan Citra, untuk menghitung kerugian negara hanya dapat dilakukan oleh 4 lembaga yang resmi yakni BPK, BPKP, Inspektorat dan akuntan publik.
Dalam kasus ini, Citra mempertanyakan, apakah pihak kejaksaan sudah melakukan penghitungan kerugian negara melalui tenaga ahli yang direkrut Kejari Batubara? Nah, apakah bisa dipastikan tenaga yang diangkat dan menghitung nilai angka itu sudah bersifat independen? “Inilah yang mau kita pertanyakan?,”.
Persoalan lain, kata Citra, kasus ini juga dinilai aneh, karena baru muncul setelah 5 tahun. Bahkan Kadis Perikanan Kabupaten Batubara sebagai saksi kunci saat itu yang merangkap sebagai PA (Pengguna Anggaran) sekaligus PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) Pengerjaan pembuatan sumur bor yang dikerjakan 5 tahun lalu sudah pensiun dan meninggal dunia.
Meskipun demikian, Citra tetap positif thinking terhadap Kejaksaan dalam penegakan supremasi hukum di Batubara. Dia menantang, kedepan pihak Kejaksaan dapat mengungkapkan kasus-kasus yang lebih gemuk dari sisi anggaran agar dapat diatensikan.
Secara terpisah, Kepala Kejaksaan Negeri Batubara Amru E.Siregar mengaku perhitungan tingkat kerugian negara sebesar Rp117.182.040, dalam kasus itu sudah didasari oleh tim ahli dari salah satu institusi.
Bahkan hasil penilaian tersebut juga sudah diserahkan kepihak Inspektorat Kabupaten Batubara sebagai lembaga pengawasan.
“Kalau untuk melakukan perhitungan terkait kerugian negara kitapun berhak”, ucap Kajari. ***Ebson