Zulnas.com, Batubara — Rencana Pembangunan Industri dengan melakukan reklamasi areal sungai dan hutan guna memperluas wilayah sejumlah industri di Kabupaten Batubara masih intens dibahas oleh pemerintah setempat.
Pasalnya, pasca Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar oleh DPRD setempat membahas sejumlah hal penting terkait rencana reklamasi itu membuat sejumlah organisasi menyampaikan pokok-pokok pikiran guna memenuhi kajian analisis yang sedang membuat rancangan peraturan daerah (Ranperda).
Pembahasan dalam bentuk Ranperda mulai menuai perhatian dari banyak kalangan. Hal itu dapat dimaklumi karena pembangunan industri, khususnya yang berada pada kawasan pesisir semacam Batubara, diperkirakan bakal membuka peluang untuk dilakukannya reklamasi.
Beberapa hal kemudian jadi tanda tanya, seperti, adakah rencana pembangunan industri mempertimbangkan dengan sungguh-sungguh mengenai faktor risiko kerusakan alam, termasuk risiko menurunnya hasil tangkap sejumlah komoditas penting hasil laut oleh nelayan tempatan?
Dilansir BVision, Kamis (9/3/2023) Ketua Persatuan Nelayan Tradisional Indonesia (PNTI) Kabupaten Batubara, Azwar Hamid turut menyimak perkembangan rencana pembangunan industri di daerahnya tersebut.
Ia berpendapat perlu ada kajian ilmiah yang mendalam terkait pengesahan Ranperda itu. Karena memang, kesalahan dalam analisis dapat menimbulkan aneka persoalan berspektrum luas dan bisa jadi akan dialami dalam jangka panjang.
Menurut PNTI, juga diperlukan adanya kompensasi tersendiri dalam mengimbangi produksi hasil laut yang hilang akibat luas laut yang menyempit. Sehingga industri dapat bangkit dan para nelayan juga dapat mempertahankan mata pencahariannya.
Dewan Gelar RDP
Sebelumnya, DPRD Batubara melalui panitia khusus (Pansus) Rencana Pembangunan Industri Kabupaten (RPIK) menggelar rapat dengar pendapat (RDP) antara nelayan Kecamatan Medang Deras Kabupaten Batubara dengan PT Multimas Nabati Asahan (MNA).
RDP dipimpin Ketua Pansus RPIK Azhar Amri didampingi Wakil Ketua Pansus Citra Muliadi Bangun dan Sekretaris Pansus Rizky Aryetta serta dihadiri anggota DPRD Batubara lainnya digelar di ruang Rapat Paripurna DPRD, Selasa (7/3/23).
RDP tresebut terkait adanya penolakan dari nelayan Kecamatan Medang Deras dalam hal rencana PT MNA untuk melakukan reklamasi pengembangan perusahaan group Wilmar tersebut.
“Kita di sini tidak mencari siapa yang salah, keluhan dari masyarakat harus didengar, namun investasi juga harus kondusif,” kata Azhar Amri saat membuka sidang.
Dia mengatakan, beberapa hari yang lalu ada audiensi masyarakat nelayan Kecamatan Medang Deras dilengkapi tanda tangan ke Pansus RPIK yang menolak rencana reklamasi yang akan dilakukan PT.MNA.
Salah seorang dari kelompok nelayan penolak reklamasi Mhd Yunara mengatakan, penolakan itu disampaikan berawal dari narasi Staf Humas PT.MNA Rasyid di sebuah media. Di media tersebut diungkapkan bahwa Bupati Batubara berulangkali ke kementrian untuk membahas reklamasi.
“Makanya kami bawa ke dewan ini untuk mengklarifikasi apa yang disampaikan oleh Rasyid,” ujar Yunara.
Mhd Yunara juga menjelaskan, terkait penolakan reklamasi, ada 180 orang masyarakat riil nelayan yang menyebut tidak tahu menahu adanya komunikasi publik yang dilakukan untuk reklamasi tersebut. “Juga soal pencemaran berupa asap dan bau,” katanya.
Menjawab tudingan kelompok nelayan, pimpinan PT. MNA Yoopie Algerie menyatakan izin itu belum ada dan masih dalam proses.
“Bermula pada tahun 2010, Bupati Batubara menanyakan tentang target pengembangan industri di PT. MNA,” kata Yoopie.
Menurut Yoopie, dikarenakan keterbatasan lahan, PT. MNA awalnya ada upaya untuk membeli lahan. Namun karena tidak bisa diperoleh maka muncul wacana reklamasi.
Dijelaskan Yoopie lebib lanjut, progres reklamasi dimulai dari ada sinyal positif tahun 2012. Kemudian tahun 2017 dimulai dan banyak kendala.
Bahkan menurut Yoopie sudah dilakukan konsultasi publik di Pagurawan Kecamatan Medang Deras pada Juni 2021 terkait terbitnya Surat Keputusan Kelayakan Lingkungan (SKKL) Amdal reklamasi yang sudah selesai di provinsi.
“Soal pencemaran sudah dilaporkan dan diuji oleh lembaga yang bersertifikasi,” bebernya.
Sementara perwakilan dari Dinas Perkim dan LHK Batubara, Kabid Lingkungan Hidup Tavip Juanda mengatakan Amdal itu berlaku 3 tahun, jika tidak dilaksanakan maka semua proses harus dimulai lagi dari awal.
Akhirnya setelah melalui perdebatan sengit dan pembahasan, semua pihak termasuk PT MNA, nelayan, Dinas Perkim dan LHK Batubara serta Pansus menyimpulkan digelarnya RDP ini sebenarnya bermula dari mis komunikasi.
“Ini bermula karena terjadi mis komunikasi. Padahal hadirnya investor berdampak kepada sosial ekonomi. Makanya harus didukung selagi mengikuti regulasi yang berlaku,” jelas Ketua Pansus RPIK Azhar Amri. (Epson/ Dian).