Baharuddin Siagian: Menjaga Warisan Melayu di Tengah Dinamika Politik

zulnas
zulnas

Zulnas.com, Batubara — Di tengah hiruk-pikuk politik yang kerap menyisakan ketegangan, ada sosok yang tetap teguh berdiri dengan pijakan yang kokoh pada akar budayanya.

H. Baharuddin Siagian, putra asli Batubara, bukanlah teknokrat biasa. Ia adalah penjaga warisan budaya Melayu yang tak henti-hentinya berjuang untuk menjaga kelestarian adat dan tradisi. Bagi Bahar, politik bukan sekadar ajang kekuasaan, melainkan panggilan untuk melindungi jati diri dan marwah budaya Melayu.

Sebagai seorang yang dibesarkan di tanah Melayu Batubara, Bahar telah menyerap nilai-nilai luhur dari tanah kelahirannya sejak usia muda. Kepekaannya terhadap adat istiadat dan nilai-nilai kearifan lokal terpancar dalam setiap langkah hidupnya.

Tak heran, ketika kontestasi politik semakin memanas, Bahar tampil sebagai tokoh yang dihormati karena kepeduliannya yang tulus terhadap kelestarian budaya Melayu.

Dalam setiap kesempatan, baik itu pertemuan adat, festival budaya, maupun diskusi tentang Melayu, Bahar selalu hadir dengan penuh semangat. Baginya, budaya Melayu bukanlah sesuatu yang hanya terpatri dalam catatan sejarah, melainkan harus terus hidup dan diwariskan kepada generasi berikutnya.

Di tengah pergeseran zaman yang kian modern, Bahar mengingatkan kita bahwa menjaga tradisi adalah menjaga jati diri.

Salah satu bentuk komitmen Bahar terhadap budaya Melayu tercermin dari kecintaannya pada pantun—sastra lisan khas Melayu yang memadukan estetika bahasa dengan kebijaksanaan hidup.

Pantun, bagi Bahar, bukan sekadar alat hiburan, tetapi cara untuk menyampaikan pesan yang mendalam, menghibur sekaligus mendidik. Dalam dunia politik yang sering kali keras dan penuh persaingan, Bahar tetap setia pada cara-cara yang halus dan bijak dalam berkomunikasi, sebuah warisan Melayu yang tak ternilai.

Namun, perjalanan Bahar dalam melestarikan budaya Melayu tak selalu mulus. Dalam perhelatan politik yang sengit, ia sempat terseret isu negatif yang beredar mengenai pantun yang dianggap menghina Melayu.

Namun, dengan tenang, Bahar menjelaskan bahwa pantun yang ia ucapkan selalu bermaksud baik, bukan untuk merendahkan, melainkan untuk mengangkat harkat dan martabat masyarakat Melayu. Baginya, pantun adalah jiwanya—warisan yang harus dijaga dan dihormati.

Tuduhan tersebut hanyalah salah satu dari sekian banyak serangan politik yang kerap terjadi dalam masa kampanye. Namun, Bahar, dengan keteguhan hati dan keyakinan pada nilai-nilai luhur Melayu, tetap berjalan lurus di jalannya.

“Kita orang Melayu harus bijak dalam menerima informasi, terutama di masa seperti ini,” ujar Datuk H. Said Aldi Al Idrus, Ketua Umum Dunia Melayu Dunia Islam (DMDI) Indonesia, yang juga mendukung Bahar.

Kepemimpinan Bahar bukan hanya terlihat di dunia politik, tetapi juga dalam peranannya di bidang pariwisata dan kebudayaan. Selama menjabat sebagai Kepala Dinas Pariwisata dan Olahraga, Bahar aktif menginisiasi berbagai acara adat dan festival budaya, mempertemukan masyarakat dengan warisan mereka yang berharga.

Keterlibatan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bukti nyata dari cinta Bahar terhadap budaya Melayu. Ia memahami bahwa budaya adalah salah satu fondasi utama yang menguatkan identitas masyarakat.

Bagi Bahar, Batubara bukan sekadar tanah kelahiran, tetapi juga tempat di mana ia memiliki tanggung jawab besar untuk melestarikan apa yang telah diwariskan oleh para leluhur. Melalui setiap langkahnya, ia berharap generasi muda Batubara dan masyarakat Melayu pada umumnya tidak melupakan akar budayanya.

Bahar ingin memastikan bahwa nilai-nilai luhur Melayu seperti kesederhanaan, kebijaksanaan, dan rasa hormat terus ditanamkan dalam jiwa setiap anak manusia.

Kepedulian Bahar terhadap budaya Melayu menjadi cerminan bahwa menjaga tradisi tidak berarti menolak perubahan, tetapi justru menjadi landasan kuat untuk menghadapi dunia yang terus berubah. Di era globalisasi ini, Bahar mengajak kita untuk tidak melupakan siapa kita, dari mana kita berasal, dan apa yang harus kita jaga.

Pada akhirnya, kisah Baharuddin Siagian bukan hanya kisah seorang politisi yang bertarung di kontestasi Pilkada, tetapi juga kisah seorang penjaga budaya yang berdiri di garis depan untuk melindungi warisan Melayu.

Kepeduliannya yang tulus dan kontribusinya yang nyata menjadikan Bahar sebagai sosok yang patut dicontoh dalam menjaga warisan budaya yang berharga.

Melayu bukanlah sekadar identitas etnis, tetapi nilai-nilai kehidupan yang terus hidup dalam setiap langkah Bahar dan masyarakat Melayu yang mencintai budayanya. ****Zn

Share this Article
Leave a comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *