Zulnas.com, Batubara – Dinamika politik di DPRD Kabupaten Batubara kian memanas seiring pembentukan fraksi-fraksi, yang seharusnya rampung satu bulan pasca pelantikan anggota DPRD pada 25 November 2024. Namun, alih-alih menjadi proses demokratis yang lancar, pembentukan fraksi ini justru berubah menjadi ajang adu strategi dan perebutan pengaruh antarpartai politik.
Mengacu pada Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah serta Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2018, partai politik yang tidak memiliki cukup kursi untuk membentuk fraksi sendiri diwajibkan membentuk fraksi gabungan. Di DPRD Batubara, konfigurasi kekuatan politik terlihat semakin kompleks dengan munculnya dua fraksi gabungan yang melibatkan berbagai partai kecil.
Fraksi gabungan pertama terdiri dari Partai Golkar (3 kursi), PPP (3 kursi), dan Nasdem (2 kursi). Sementara fraksi gabungan kedua melibatkan PKB (3 kursi), Demokrat (3 kursi), Perindo (1 kursi), dan Hanura (1 kursi).
Namun, belakangan muncul opsi baru, ada upaya penguatan frkasi gabungan yang diinisiasi oleh Demokrat (3 kursi), Nasdem (2 kursi) dan Hanura (1 kursi), sehingga membentuk jalan buntu.
Di balik pembentukan fraksi tersebut, terlihat jelas adanya tarik-menarik kepentingan politik. Karena, partai kualisi yang muncul belakangan di tengerahi adalah rivalitasi Bupati terpilih.
Baca : Dinamika Pembentukan Fraksi DPRD Batubara: Mencari Titik Temu untuk Kepentingan Bersama
Koalisi pendukung Bupati dan Wakil Bupati terpilih, Bahar-Syafrizal, yang memiliki modal kursi signifikan, ingin memastikan stabilitas pemerintahan melalui penguasaan legislatif.
Sementara itu, PDIP sebagai partai peraih kursi terbanyak, bersama oposisi lainnya, mencoba mengimbangi kekuatan agar tidak terjadi dominasi sepihak.
Publik Jadi Penonton, Kinerja DPRD Dipertanyakan
Ketegangan yang terjadi tidak hanya terasa di meja rapat resmi DPRD, tetapi juga sampai ke masyarakat yang mulai mempertanyakan arah politik di lembaga tersebut. Tarik-menarik kepentingan dianggap memperlambat kinerja legislatif yang seharusnya fokus pada isu-isu mendesak seperti kesejahteraan rakyat, pengentasan kemiskinan, dan pengembangan infrastruktur.
“Seharusnya pembentukan fraksi ini menjadi langkah awal untuk memaksimalkan fungsi DPRD, bukan menjadi ajang konflik politik. Publik membutuhkan kejelasan, bukan drama tarik-menarik kekuasaan,” ujar salah satu pengamat politik lokal.
Jalan Keluar atau Jalan Buntu?
Proses pembentukan fraksi masih diwarnai perdebatan sengit. Para anggota DPRD dituntut untuk mematuhi aturan yang ada, termasuk ketentuan bahwa maksimal hanya dua fraksi gabungan yang dapat dibentuk. Namun, hingga kini, belum ada kepastian kapan proses ini akan selesai.
Baca : Ketika Dewan Tak Lagi Bisa Diandalkan
Jika tarik-menarik ini terus berlanjut tanpa titik temu, maka dikhawatirkan kinerja DPRD Batubara akan semakin terhambat. Masyarakat berharap, para wakil rakyat dapat mengesampingkan ego politik mereka dan fokus pada tugas utama: melayani rakyat.
Akankah DPRD Batubara mampu mengatasi dinamika politik ini? Atau, justru konflik ini menjadi cermin awal periode yang penuh turbulensi? Hanya waktu yang bisa menjawab. Namun satu hal pasti, masyarakat tidak akan tinggal diam mengamati perdebatan yang memperlambat perubahan nyata di Kabupaten Batubara.
Kini, berbagai anggapan muncul dipublik, sebenarnya lembaga penyambung aspirasi rakyat itu bekerja untuk kepentingan publik, atau hanya untuk kepentingan para korea-korea. ****Zn