Zulnas.com, Labuhanbatu — Ketika dunia bergerak semakin cepat dan perhatian manusia semakin terpecah, sebuah pertanyaan kembali menggema di ruang-ruang diskusi literasi: masih perlukah kita membaca novel?
Pertanyaan itu muncul kuat dalam sebuah forum literasi yang berlangsung di ibu kota di mana para pembaca, guru, dan peneliti berkumpul seakan mencari jawaban atas stres dan kebisingan era digital.
Di hadapan ratusan peserta, peneliti literasi, R. Damayanti, mengungkapkan hasil temuannya dengan nada yang membuat ruangan seketika hening.
“Novel bukan sekadar buku. Ia adalah ruang aman, tempat kita menaruh diri saat dunia terasa terlalu bising,” ujarnya. Suara itu menggema seperti sebuah peringatan.
Damayanti menjelaskan bagaimana membaca novel dapat memperlambat detak hati yang gelisah, menarik kembali fokus yang hilang, dan memulihkan kemampuan manusia untuk merasakan. Menurutnya, struktur panjang sebuah novel justru menjadi “pagar” yang membantu pembaca menemukan ketenangan di tengah badai notifikasi dan konten singkat yang tak pernah berhenti.
Di sisi lain, beberapa guru yang hadir mengungkapkan perubahan mencolok pada siswa yang kembali diperkenalkan dengan kebiasaan membaca cerita panjang.
“Mereka tiba-tiba jadi lebih peka, lebih berani bercerita, dan lebih memahami perasaan temannya,” kata salah satu guru. “Seolah-olah novel membuka pintu yang sudah lama tertutup.”
Namun realitas tak sepenuhnya cerah. Banyak remaja tetap memilih video pendek sebagai pelarian paling cepat, meninggalkan novel yang memerlukan waktu, komitmen, dan kedalaman,tiga hal yang kini semakin langka dalam kehidupan modern.
Meski begitu, para pemerhati literasi sepakat: novel masih sangat diperlukan. Bukan untuk nilai rapor, bukan untuk kewajiban sekolah, tetapi untuk alasan yang jauh lebih manusiawi. Novel membantu manusia terhubung kembali dengan dirinya sendiri, dengan emosi yang terlupakan, dan dengan kisah yang selama ini hanya melintas, tanpa pernah benar-benar dimaknai.
Di luar gedung forum, malam tampak lengang. Tapi bagi banyak orang yang hadir, pesan itu terasa jelas: Membaca novel bukan sekadar kegiatan. Ia adalah cara untuk tetap menjadi manusia di dunia yang terus berlari. (CeHa).












