Zulnas.com, Batubara — “Jika ada orang yang bercerita tentang laut anakku, lautlah napas kotaku”…. Disini ada nelayan menghitung duka dan gembira. Disini ada tengkulak menghitung laba berlipat ganda”.
Seponggol baris puisi Datuk Ahmad Azmansyah, penulis dan sastrawan terkenal Sumatera Utara merangkum utuh kekuatan, ketidakberdayaan dan permainan pemilik modal dalam kehidupan nelayan.
Diawali dari pernyataan negara ini “negara agraris” kaum nelayan terpinggirkan dan menjadi bagian dari urusan kementrian pertanian.
Pernyataan pemerintah orde baru itu patut dipertanyakan? Benarkah negeri ini negeri agraris? Bukankah dua pertiga negeri ini adalah lautan?
Jika latar belakang kehidupan petinggi negara berkecimpung di daerah pertanian, lantas apakah negara ini harus dipaksa menjadi negara agraris?
“Ya negara ini negara agraris” itu kami pelajari di sekolah ujar beberapa pejabat Kabupaten Batubara Sumut.
Sejak saat itu pertanian digenjot dari berbagai arah kebijakan. Ada lembaga penjaga harga (Bulog), ada bibit cuma cuma, pemberian jetor, ada subsidi pupuk, Jaringan irigasi yang terus diperpanjang, Pemotong padi, terbal biru penjemur padi, gudang jemur padi, dan diberi pula kerbau untuk dipelihara serta kelompencapir yang kerap tayang di TVRI.
Sementara nelayan terus dipermainkan ombak di tengah laut, dan tengkulak ditangkahan labuh. Koran dan TVRI tidak akan ribut jika angin barat mengganas nelayan tak bisa ke laut. Harga jual ikan turun drastis ke titik nadir, tiada yang bersitegang urat leher karenanya.
Tiada yang perduli bahkan setiap tujuh belasan olah raga tradisional laut dialihkan ke pertandingan daratan, Tarik tambang dan panjat pinang.
Tidak menggugat pembangunan pertanian yang jor joran, tetapi menggugah kesadaran anak laut bahwa Dilaut tidak ada nepotisme. Walaupun Sedulurnya pemilik kapal dia tak bisa naik dari “anak itik” melompat jadi tekong (juragan). Tak ada dan tak akan pernah ada. Semua naik berjenjang.
“Jika ada yang bercerita tentang laut anakku, Hiduplah ia ditatah kerja”. Lanjut puisi Datuk pewaris tahta kedatukan lima Laras itu.
Nah kapan kapan kita lanjutkan …. Ketika lahir dibawakan datu dayung sampan.. ***Et